Jumat, 9 Mei 2025
No Result
View All Result
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
No Result
View All Result
Genta Andalas
No Result
View All Result

Home Aneka Ragam Konsultasi

Menilik Fenomena Generasi Sandwich di Kalangan Milenial

by Redaksi
Minggu, 26 Juni 2022 | 21:26 WIB
in Konsultasi, Liputan
0
(Foto: ilustrasi Genta Andalas)

(Foto: ilustrasi Genta Andalas)

ShareShareShareShare
(Foto: ilustrasi Genta Andalas)

Fenomena sandwich generation terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Istilah sandwich generation pertama kali diperkenalkan oleh Doroty A. Miller di papernya yang berjudul ‘The Sandwich Generation: Adult Children of The Aging’ pada tahun 1981. Generasi sandwich umumnya merupakan generasi orang dewasa berumur 30-40 tahun yang harus menangggung hidup tiga generasi yaitu orang tua, diri sendiri, dan anaknya. Namun kian hari definisi dan kategori umur generasi sandwich makin bergeser.

Contohnya mahasiswa yang masih berumur 20an di Indonesia yang menanggung hidup bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga orang tua dan adik-adiknya. Mereka terpaksa menjadi tulang punggung keluarga karena orang tua yang tidak bekerja lagi.

Generasi milennial banyak terjebak menjadi generasi sandwich. Lalu, kenapa generasi sandwich ini ada? Apa dampak yang dialami orang yang menjadi generasi sandwich? Bagaimana cara kita bertahan sebagai generasi sandwich? (Nabila Annisa)

BacaJuga

Aliansi BEM Sumbar Gelar Aksi Mei Melawan, Peringati May Day dan Hardiknas

Aksi Sumbar Bersama Palestina: Massa Serukan Penangkapan Netanyahu dan Galang Rp1,5 Miliar Donasi

Narasumber: Dra. Mira Elfina, M. Si*)

Jawaban:

Kenapa generasi sandwich ini ada?

Secara sosiologis, setiap orang itu terstrata, ada lapisan-lapisan sosial di dalam masyarakat. Setiap individu masuk ke dalam lapisan-lapisan sosial tadi. Ketika mereka ada di lapisan menengah ke bawah, biasanya di dalam suatu rumah hidup tiga generasi. Ada generasi orangtua, generasi anak, dan generasi cucu. Orang tua sebagai lansia sudah tidak produktif lagi, si anak pun misalnya dalam masa pendidikan. Maka peran di dalam rumah harus dimainkan oleh generasi kedua. Generasi kedua ini bisa pasangan suami istri, atau single parent.

Peran adalah serangkaian harapan-harapan berdasarkan status yang disandang oleh seseorang. Ketika dua generasi tidak produktif, maka generasi tengahlah yang menjalankan perannya atau dengan kata lain harapan-harapan tertuju ke generasi tengah. Harapan-harapan itu terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bukan hanya secara ekonomi, tapi juga harapan terkait aspek kesehatan, aspek tempat tinggal, aspek kenyamanan dan sebagainya.

Saat dunia makin maju dan modern, peran-peran dan tanggung jawab itu makin besar karena terkait dengan kebutuhan-kebutuhan yang makin meningkat. Seperti di masyarakat Minangkabau yang dikenal extended family yang tinggal dirumah gadang. Perawatan si lansia tidak harus di tanggung oleh sosok Ibu melainkan juga ada saudara-saudara lain. Mereka jadi bisa berbagi terkait peran-peran beban tadi. Zaman dulu hal itu tidak terlalu menjadi masalah, tetapi zaman sekarang untuk memiliki anak butuh pertimbangan. Generasi sandwich ini ada karena anak muda yang menikah memutuskan menunda memiliki anak karena beban yang dipegangnya.

Apa dampak yang dialami orang yang menjadi generasi sandwich?

Seseorang yang menjadi generasi sandwich akan menanggung beban ekonomi sehingga tidak punya waktu untuk dirinya. Mereka tidak punya waktu dalam bersosialisasi atau untuk memikirkan dirinya sendiri. Dampaknya akan berantai karena beban ekonomi disandarkan kepada kelompok miskin.  Kemiskinan menjadi persoalan yang paling dasar yang mempengaruhi segala aspek kehidupan, seperti persoalan keluarga, persoalan masyarakat, dan persoalan negara.

Bagaimana cara kita untuk bertahan sebagai generasi sandwich?

Pendidikan adalah salah satu bagaimana mobilitas dapat terjadi, terutama mobilitas vertikal. Ketika berada dalam kemiskinan kita akan lebih mementingkan perut daripada sekolah. Meskipun pendidikan saat ini sudah gratis dan telah diatur dalam undang-undang, tetapi sekolah bukan hanya terbebas dari SPP. Mengenyam pendidikan di sekolah tentunya memerlukan seragam, tas, sepatu, dan lain lain. Hal-hal seperti ini membuat si miskin secara ekologis merasa tidak nyaman.

Pendidikan juga menjadi salah satu yang paling mudah mengangkat mobilitas itu atau mengangkat derajat kemiskinan tadi. Makanya kemiskinan menjadi persoalan paling dasar. Ketika kemiskinan itu pelan-pelan mulai terbasmi, otomatis kehidupan akan menjadi lebih baik. Untuk itulah pendidikan menjadi salah satu cara untuk bertahan sebagai generasi sandwich.

 

*) Narasumber merupakan Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

 

ShareTweetShareSend

Discussion about this post

TERPOPULER

  • Atap Bagonjong pada Rumah Gadang sebagai Identitas Sosial Masyarakat Minangkabau

    Atap Bagonjong pada Rumah Gadang sebagai Identitas Sosial Masyarakat Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gedung FKM UNAND Kampus Jati Alami Kebakaran, 7 Unit Mobil Damkar Dikerahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aksi Sumbar Bersama Palestina: Massa Serukan Penangkapan Netanyahu dan Galang Rp1,5 Miliar Donasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Privasi di Ujung Jari: Ancaman Nyata di Balik Media Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ratusan Ribu Warga Padang Bersatu: Solidaritas Tanpa Batas untuk Gaza.

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inovasi Teknologi: Solusi Modern untuk Pelestarian Budaya Lokal di Tengah Globalisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Uang Japuik, Adat Pariaman yang Masih Sering Disalahartikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aliansi BEM Sumbar Gelar Aksi Mei Melawan, Peringati May Day dan Hardiknas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Potret Aksi KAMMI Sumbar di Depan Gedung DPRD, Ajukan Tuntuntan Untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jurnalis Perempuan dalam Bayang Teror: Ketika Intimidasi Menjadi Senjata untuk Membungkam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak