
Oleh: Nasywa Luthfiyyah Edfa
Di era digital yang berkembang pesat ini, kehidupan generasi muda Indonesia semakin erat dengan dunia maya. Keterikatan mereka pada teknologi dan media sosial menjadikan ruang privasi sebagai hal yang sering terabaikan. Aktivitas daring yang begitu intens, terutama di media sosial, telah membuka celah munculnya berbagai persoalan baru, mulai dari penyalahgunaan data pribadi, penyebaran foto tanpa izin, perundungan digital (cyberbullying), hingga gangguan kesehatan mental. Fenomena ini menjadi cermin betapa pentingnya kesadaran dan kepedulian terhadap perlindungan privasi di era digital isu yang krusial namun masih luput dari perhatian serius.
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital generasi muda. Di sana mereka membangun interaksi, berbagi momen, serta membentuk identitas virtual yang sering disebut sebagai personal branding. Namun, di balik gemerlap dunia maya itu, terdapat bahaya yang kerap diabaikan yaitu keamanan privasi pribadi. Setiap informasi yang dibagikan di media sosial menyimpan risiko tersendiri. Data yang seharusnya bersifat pribadi, ketika tersebar luas, membuka peluang bagi pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk memanfaatkannya demi kepentingan pribadi atau kejahatan.
Maraknya penggunaan internet di Indonesia mendorong generasi muda untuk semakin aktif di ruang digital. Namun, meski teknologi semakin canggih, pemahaman akan pentingnya menjaga data pribadi masih tergolong rendah. Bahkan, anak-anak kini sudah terbiasa menggunakan media sosial tanpa pengawasan orang tua. Banyak pula yang menganggap membagikan informasi pribadi sebagai hal wajar, tanpa menyadari dampak jangka panjang yang bisa membahayakan mereka di masa depan.
Pengabaian terhadap privasi tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada struktur sosial secara keseluruhan. Media sosial telah mengubah pola interaksi manusia, mempercepat transformasi nilai-nilai sosial, dan dalam beberapa kasus, menjadi agen pembentuk norma baru. Oleh karena itu, isu privasi bukan lagi semata persoalan teknis, melainkan bagian dari tantangan sosial yang lebih luas di era digital.
Dampak nyata dari kelalaian ini adalah penyalahgunaan informasi pribadi. Data yang dibagikan tanpa pertimbangan matang dapat digunakan untuk berbagai tujuan negatif, mulai dari penipuan, pelecehan, penyebaran hoaks, hingga manipulasi politik. Sayangnya, masih banyak generasi muda yang belum memahami bagaimana menjaga keamanan digital mereka, sehingga menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber.
Laporan IDN Media mengungkapkan bahwa 89% dari Gen Z merasa nyaman dengan kondisi media sosial saat ini, meskipun maraknya kasus doxxing—yakni pembongkaran informasi pribadi secara paksa—semakin meresahkan. Sementara itu, 11% lainnya menyatakan ketidakpuasan atas sistem perlindungan data yang dinilai belum memadai. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa 67,4% pengguna internet di Indonesia dengan mudah membagikan tanggal lahir mereka, dan 53,7% bahkan mencantumkan nomor telepon di akun media sosialnya. Angka-angka ini mencerminkan rendahnya kesadaran terhadap pentingnya menjaga informasi pribadi.
Tidak hanya itu, ketergantungan terhadap media sosial juga membawa dampak terhadap kondisi mental generasi muda. Tekanan untuk selalu tampil sempurna, mengikuti tren, dan mendapat pengakuan sosial menimbulkan kecemasan dan stres. Mereka terjebak dalam citra ideal di dunia maya yang sering kali jauh dari realita. Ketika melihat kesuksesan orang lain di media sosial, tidak jarang muncul perasaan rendah diri, tekanan batin, bahkan krisis kepercayaan diri yang berujung pada gangguan kesehatan mental.
Menghadapi kompleksitas masalah ini, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, serta masyarakat untuk membangun kesadaran bersama. Edukasi digital menjadi langkah awal yang sangat penting. Generasi muda perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga keamanan data pribadi mereka, memahami etika bermedia sosial, serta mengenali risiko yang mengintai di dunia maya.
Selain edukasi, penguatan kebijakan perlindungan data pribadi juga perlu diperhatikan. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi merupakan langkah progresif, namun implementasinya masih membutuhkan pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat. Pemerintah dan pihak terkait harus memastikan bahwa setiap platform digital yang digunakan masyarakat Indonesia patuh terhadap regulasi tersebut, serta tidak sembarangan menggunakan atau membagikan data pengguna.
Privasi bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar setiap individu yang harus dijaga dan dilindungi, terutama di era digital yang semakin terbuka. Dalam konteks sosial, perlindungan privasi berperan penting dalam menjaga kehormatan dan kebebasan pribadi. Oleh karena itu, generasi muda sebagai pengguna aktif media sosial harus diberikan edukasi menyeluruh mengenai pentingnya menjaga data pribadi agar tidak disalahgunakan.
Masyarakat yang sadar akan pentingnya privasi akan membentuk ekosistem digital yang lebih sehat, aman, dan mendukung kesejahteraan psikologis. Kesadaran ini akan menciptakan lingkungan sosial yang lebih bijak dan bertanggung jawab, yang pada akhirnya turut mendukung pembangunan sosial Indonesia secara berkelanjutan.
Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas.
Komentar