
Oleh: Ulya Nur Fadilah*
Konflik antara Israel dan Iran bukan sekadar perseteruan dua negara yang berdekatan secara geografis di kawasan Timur Tengah. Ketegangan ini menyimpan dampak geopolitik dan ekonomi yang luas, bahkan turut dirasakan oleh negara-negara non-terlibat seperti Indonesia. Meskipun Indonesia secara geografis terletak jauh dari zona konflik, keterkaitannya dalam dinamika global serta posisi politik yang konsisten mendukung Palestina menjadikan isu ini penting dan tidak bisa diabaikan.
Sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia berada pada posisi yang tidak mudah. Di satu sisi, pemerintah Indonesia terus menunjukkan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan mendukung perjuangan Palestina di berbagai forum internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, di sisi lain, Indonesia tetap memiliki kepentingan strategis untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat yang secara terang-terangan mendukung Israel, dan Tiongkok yang cenderung mendukung Iran. Dalam situasi ini, pemerintah dituntut untuk memainkan peran diplomatik yang seimbang antara prinsip solidaritas dan kepentingan nasional.
Salah satu dampak paling nyata dari konflik Israel-Iran terhadap Indonesia terletak pada sektor energi dan ekonomi. Kedua negara tersebut memiliki peran penting dalam rantai pasok minyak global. Berdasarkan laporan Bank Indonesia tahun 2024, konflik yang berkepanjangan di kawasan tersebut dapat mengganggu jalur distribusi minyak dunia dan menyebabkan lonjakan harga minyak secara global. Hal ini tentu membawa konsekuensi serius bagi Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Kenaikan harga BBM dalam negeri sangat mungkin terjadi, yang pada gilirannya akan meningkatkan tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), memicu inflasi, dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Di sisi lain, iklim global yang tidak menentu bisa memicu kekhawatiran investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperlemah nilai tukar rupiah.
Dampak dari konflik ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi dan diplomatik. Di dalam negeri, ketegangan geopolitik juga dapat memicu reaksi sosial, terutama dalam bentuk aksi solidaritas terhadap Palestina. Meskipun solidaritas tersebut merupakan bentuk kepedulian yang sah, penyebaran informasi yang tidak akurat di media sosial dapat menimbulkan disinformasi dan membuka ruang bagi radikalisasi. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam laporan tahun 2023 mencatat bahwa kelompok ekstrem dapat memanfaatkan ketegangan geopolitik untuk menyebarkan propaganda anti-Barat yang berujung pada aksi kekerasan berbasis ideologi. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk memperkuat sistem deteksi dini terhadap penyebaran paham radikal dan meningkatkan sinergi antara BNPT, TNI, dan Polri dalam menjaga keamanan nasional.
Apabila konflik antara Israel dan Iran semakin membesar dan melibatkan negara-negara sekutu, dunia berpotensi menghadapi eskalasi perang regional yang dampaknya lebih luas dan dalam. Bagi Indonesia, ini berarti potensi krisis energi, tekanan ekonomi, gejolak sosial, dan ancaman keamanan yang semakin kompleks. Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini, Indonesia justru memiliki peluang untuk memainkan peran sebagai kekuatan moral di tingkat internasional.
Sebagai negara demokrasi besar yang menjunjung tinggi prinsip perdamaian, Indonesia dapat mengambil inisiatif untuk menjadi mediator atau penggerak upaya damai di tingkat global. Upaya seperti mendorong gencatan senjata, membentuk misi kemanusiaan, hingga memfasilitasi dialog antara pihak-pihak yang berkonflik bisa menjadi kontribusi nyata Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Di tingkat domestik, pemerintah perlu terus menjaga stabilitas nasional dengan memperkuat kolaborasi bersama tokoh agama, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga kemanusiaan untuk menyalurkan solidaritas melalui jalur damai dan produktif.
Konflik Israel-Iran bukanlah konflik kecil yang bisa dipandang sebelah mata. Dampaknya nyata, multidimensional, dan berpotensi mengganggu kestabilan suatu negara jika tidak diantisipasi secara bijak. Karena itu, Indonesia perlu terus memperkuat posisi diplomatiknya, menjaga keamanan dan stabilitas dalam negeri, serta aktif mendorong perdamaian sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap tatanan dunia yang lebih adil dan beradab.
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas