• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Senin, 7 Juli 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas
Home Gentainment Karya Calon Anggota

Legal Tapi Tidak Adil, Izin PT. Sumber Permata Sipora Ancam Pulau Sipora

oleh Redaksi
Senin, 30 Juni 2025 | 09:44 WIB
di Karya Calon Anggota, Konsultasi
0
Ilustrasi/Pitri Yani

Ilustrasi/Pitri Yani

ShareShareShareShare
Ilustrasi/Pitri Yani

Pulau Sipora merupakan salah satu dari tiga pulau utama yang membentuk kepulauan Mentawai, Sumatera barat dan menjadi pulau terkecil dibandingkan Siberut dan Pagai dengan luas sekitar 614,18 kilometer persegi. Meski kecil, pulau Sipora memiliki keindahan alam yang luar biasa dan kekayaan budaya yang begitu unik bahkan sering dianggap sebagai surga bagi para peselancar dalam dan luar negeri, berkat ombak besarnya yang konsisten, terutama di beberapa pantai terkenal seperti Pantai Jati di Tua Pejat yang menarik perhatian wisatawan mancanegara.

Adanya Perseroan Terbatas (PT) Sumber Permata Sipora, pulau Sipora terancam seluas 20.706 hektare (207 kilometer persegi) masuk ambang krisis ekologis  besar akibat mendapatkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sejak tahun 2023 yang diklaim melanggar Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ancaman ini bukan hanya berdampak pada lingkungan ekosistem semata, tetapi juga berdampak bagi enam wilayah adat yang telah dihuni dan dikelola turun-temurun oleh masyarakat Mentawai. Seperti yang kita ketahui, kehidupan masyarakat Mentawai sudah sangat erat kaitannya dengan hutan sebagai sumber pangan, air, obat-obatan, serta ruang adat dan budaya masyarakat.

BacaJuga

Potret Penampilan Festival Nasional Wisran Hadi II

Gelar Nongkrong Kreatif, Dinas Pariwisata Padang Dukung Kreativitas Anak Muda

Dikutip dari Jawapos, PT. Sumber Permata Sipora tengah menyusun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat operasional. Namun, proses ini ditentang keras oleh masyarakat adat, aktivis lingkungan, dan bahkan pemerintah daerah Mentawai terutama berbagai elemen masyarakat yaitu tujuh komunitas masyarakat adat Sipora, Koalisi Sipil Sumatera Barat seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), mahasiswa asal Mentawai, Ketua DPRD dan Bupati Kepulauan Mentawai, hingga organisasi lingkungan lokal seperti Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM).

“Kalau hutan hilang, kami bukan orang Mentawai lagi. Kami akan jadi orang asing di tanah sendiri,” ungkap Adinda Fatimatuzzahra tokoh adat Goiso Oinan dalam forum penolakan.

Mengenai masalah dan peran Hukum pada kasus pulau Sipora, bagaimana perspektif hukum akan hal itu dan caranya melindungi masyarakat adat? Apakah hukum berfungsi dalam konteks pemberian izin PT Sumber Permata Sipora? Apakah kasus izin tersebut bertentangan dengan hukum? Bagaimana kita memastikannya?. (Pitri Yani)

Narasumber: Amelia Zulfitri, S.H., M.H. *

Jawaban:

Bagaimana tanggapan dari perspektif hukum mengenai Pulau Sipora yang akan dibabat? serta Bagaimana hukum itu dapat melindungi masyarakat adat?

Hukum itu sendiri merupakan produknya politik dan hukum itu adalah aturan. Jika dalam peraturannya sendiri Pulau Sipora ini merupakan wilayah pesisir dan bagian dari pulau-pulau kecil sebagaimana pengelolaan sumber daya alam pada umumnya seperti yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia pada pasal 33 ayat 3 tentang pemanfaatannya itu dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

UUD tersebut juga dibagi kembali ke dalam Undang-Undang (UU), termasuk UU Nomor 1 tahun 2014 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 26 Tahun 2007 dan juga diubah dalam Undang-undang Cipta kerja yaitu UU Nomor 6 Tahun 2023. Dalam hal izin seperti tercantum pada UU Nomor 1 tahun 2014, ada izin lokasi dan pengelolaan sedangkan di UU Cipta Kerja itu ada perizinan berusaha. Perihal konteks pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil seperti pulau sipora, yang dikelola adalah hutan namun tidak ada larangan khusus serta tidak diatur secara rigid.

Pada UU Nomor 6 Tahun 2023, pemanfaatan pulau kecil itu seperti Biofarma, Bioteknologi, produksi garam dan sebagainya namun hutan tidak disebutkan. Meski begitu, ada ketentuan lain di pasal berikutnya yang menyebutkan kalau perizinan di luar sektor bisa diatur dalam UU lain.

Kondisi saat ini ketika Undang-undang tidak bisa melindungi rakyat, maka aturan itu inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 maka dari itu UU tersebut bisa ditinjau kembali di Mahkamah Konstitusi karena prinsipnya UU itu tetap melindungi rakyat. Tetapi, kembali dalam pelaksanaannya di pulau Sipora, pemanfaatan sumber daya alam prinsipnya itu akan melibatkan berbagai sektor mulai dari kehutanan, pesisir dan investasi. Ada sektor-sektor pemerintahan yang punya tujuannya masing-masing dan ego sektoral inilah yang masih menjadi PR yang menyebabkan izinnya keluar meski bertentangan dari segi masyarakatnya.

Dalam konteks pemberian izin usaha PT. Sumber Permata Sipora yang dinilai merugikan lingkungan, apakah hukum masih berfungsi untuk melindungi masyarakat atau justru akan menjadi alat yang menghancurkan rakyat demi kepentingan korporasi?

Dalam hal ini, pemerintah bisa turun langsung untuk memberikan sanksi atau menindaklanjutinya seperti pembekuan atau pencabutan izin karena prinsip dari pemanfaatan sumber daya alam khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil salah satunya adalah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional baik dari segi tidak merusak ekologisnya maupun tidak merugikan masyarakat.

Bagaimana seharusnya hukum ditegakkan ketika rakyat merasa tidak diberi ruang dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka sendiri? Bukankah ini bertentangan dengan prinsip keadilan sosial?

Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ada yang disebut dengan rencana zonasi yang dibuat oleh pemerintah. Prinsipnya, dalam penyusunan rencana zonasi perlu ada keterlibatan publik untuk ikut serta merumuskan rencana zonasi tersebut. Dalam undang-undang, sudah ada ketentuannya yang seharusnya masyarakat dilibatkan dalam proses. Persoalannya bisa saja karena pelaksanaannya belum maksimal atau mungkin masyarakatnya hanya diwakilkan oleh pihak-pihak yang menguntungkan pihak pemerintahan saja.

Bagaimana kita bisa memastikan bahwa hukum berjalan untuk rakyat jika pengambilan keputusan tidak transparan dan penuh kepentingan politik dan bisnis?

Kemungkinan besar yang terjadi sekarang banyak peraturan terbit tanpa masyarakat tau prosesnya. Biasanya masyarakat tau hanya saat mengesahkannya saja. Sebenarnya, Rapat Dengar Rapat (RDP) yang terjadi di DPR RI dan DPRD ada yang terbuka untuk umum seperti saat sedang menyusun atau merumuskan aturan. Jika memang sampai terjadi pengesahan undang-undang baru tanpa dikawal masyarakat atau bertentangan dengan masyarakat, ada hak konstitusional untuk judicial review ketika merugikan masyarakat dan bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya.

Editor: Fadhiltul Husni

*Narasumber merupakan Dosen Fakultas Hukum, Universitas Andalas

Label: ancamanHukumLingkunganmentawaiSipora
BagikanTweetBagikanKirim

Komentar

TERPOPULER

  • Keindahan Pemandian Lubuk Minturun, Berenang Sembari Memberi Makan Ikan

    Keindahan Pemandian Lubuk Minturun, Berenang Sembari Memberi Makan Ikan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Legal Tapi Tidak Adil, Izin PT. Sumber Permata Sipora Ancam Pulau Sipora

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Potret Penampilan Festival Nasional Wisran Hadi II

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Festival Wisran Hadi II Dibuka, Warisan Sastra di Tangan Generasi Muda

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Tabek Mandi Sikabu: Surga Pemandian Keluarga di Tengah Alam Sumatera Barat

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak