• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Rabu, 2 Juli 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas

Home Sastra dan Budaya Khasanah Budaya

Tradisi Mandi Bongen di Sekayu

oleh admin01
Kamis, 17 Maret 2016 | 10:39 WIB
di Khasanah Budaya, Sastra dan Budaya
0
ShareShareShareShare

Oleh: M Redho Ilahi*

Tidak selalu musim kemarau menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Musim yang dikenal dengan keadaan gersang dan bersuhu panas ini dapat membuat sebuah daerah menjadi kekeringan. Tetapi hal ini berbeda yang dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) khususnya Kecamatan Lawang Wetan, Sekayu dan Lais malahan sebaliknya menerima dengan suka cita. Karena musim kemarau memberikan tradisi yang menghangatkan.

Pada musim kemarau, masyarakat di sekitar tersebut berbondong-bondong untuk melaksanakan ritual untuk bersosialisasi. Tradisi yang hanya bisa dijumpai satu kali dalam satu tahun ini memang berbeda dengan kebanyakan tradisi yang ada. Mandi bongen berarti mandi dengan pasir, kedua kata tersebut berasal dari bahasa Sekayu, yaitu Mani atau Mandi yang berarti Mandi, sedangkan Bongen artinya Pasir. Maka kebudayaan Mandi bongen adalah kebudayaan mandi dengan pasir masyarakat pesisir Sungai Musi Kota Sekayu di waktu Sungai Musi dangkal.

BacaJuga

Tradisi Tolak Bala Masyarakat Nagari Parambahan Membina Kerukunan Antar Warga

Dengke Naniura Cita Rasa Sashimi Khas Indonesia dari Suku Batak

Kejadian ini terjadi dikarenakan mengeringnya air Sungai Musi, biasanya kita dapat melihat pemandangan tersebut di belakang rumah-rumah masyarakat Sekayu. Karena melihat  keadaan tersebut, biasanya masyarakat tidak menyia-siakan untuk berekreasi dengan mandi di sungai Musi yang penuh dengan pasir atau bongen, banyak kalangan yang melakukan mandi bongen mulai dari anak-anak, orang tua, remaja, bahkan sesekali ada wisatawan yang berkesempatan untuk ikut merasakan mandi bongen ini. Kebudayaan mandi bongen ini juga tidak hanya dilakukan masyarakat golongan tertentu saja, akan tetapi semua lapisan atau golongan masyarakat berpartisipasi untuk ikut memeriahkan tradisi mandi bongen tersebut.

Budaya Mandi bongen salah satu tradisi yang banyak menimbulkan opini-opini berkaitan dengan tradisi mitos, alam, serta sejarahnya yang sangat kompleks sekali. Mandi bongen di kalangan masyarakat Sekayu, Musi Banyuasin tidak hanya sekadar menjadi tradisi saja tetapi banyak sekali nilai-nilai budaya yang bisa diaplikasikan ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Mempererat Tali Persaudaraan

Pada saat bongen luas, banyak masyarakat yang mandi di atas pasir karena airnya terasa lebih segar. Bahkan, bongen ini akan dipenuhi masyarakat berbagai usia dari pagi hingga sore hari. Tidak hanya aktivitas mandi di atas pasirnya saja yang membuat tradisi ini berbeda dengan tradisi lainnya. Mitos masyarakat juga berkembang seiring dengan berjalannya tradisi ini setiap tahunnya. Sehingga sering kali banyak persepsi mengenai mandi bongen ini, ada yang mengatakan bahwa jika orang jauh atau bukan orang daerah tersebut maka harus hati-hati karena bisa saja orang asing tersebut tenggelam, atau bahkan digigit buaya.

Selain itu juga masyarakat masih mempercayai jika ada korban yang tenggelam ke dasar sungai disebabkan oleh adanya inung ruguk, atau sejenis makhluk halus yang diyakini masyarakat penghuni sungai Musi. Fenomena masyarakat yang tertarik ke dalam permukaan pasir sungai juga diyakini oleh masyarakat sebagai korban dari antu ayo (Hantu Sungai Musi). Adanya hal tersebut menyebabkan masyarakat waspada dalam berekreasi dan berusaha menghormati penunggu sungai Musi. Sampai sekarangpun masyarakat masih melakukan tradisi mandi bongen ini sebagai tradisi tahunan masyarakat kabupaten Musi Banyuasin walaupun mereka tetap meyakini mitos-mitos tersebut.

Uniknya kegiatan yang ada dalam tradisi ini dan juga kentalnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos hantu penunggu Sungai Musi yang ada di setiap tradisi ini dilakukan tidak membuat tradisi ini mati begitu saja. Kentalnya nilai persaudaraan di antara masyarakat Sekayu, Musi Banyuasin membuat tradisi ini semakin hidup sepanjang tahunnya. Karena mereka menyadari bahwa tradisi mandi bongen bukanlah tradisi yang membuat kerusakan pada desa. Malahan semakin membuat masyarakat erat.

Apalagi menurut kepercayaan masyarakat Sekayu tradisi ini akan terasa lebih meriah jika dilakukan bersama-sama keluarga terdekat dan juga masyarakat sekitar lainnya. Tidak ada perasaan kesal yang menyelimuti wajah masyarakat selama tradisi ini berlangsung, hanya ada keceriaan dan kentalnya nuansa persahabatan diantara masyarakat Sekayu. Selain itu masyarakat juga dituntut untuk lebih sportif saat bermain sepak bola dan bola voli yang merupakan bagian dari acara tradisi tahunan mandi bongen ini. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam tradisi ini memang terkesan biasa saja namun nilai persatuan dan kesatuan di antara para masyarakat inilah yang tidak bisa dibeli dengan apapun, tradisi mandi bongen ini merupakan salah satu cerminan budaya masyarakat Musi Banyuasian yang berusaha untuk mempersatukan seluruh lapisan masyarakat.

Dengan adanya persatuan di antara masyarakat maka setiap lapisan masyarakat akan berusaha untuk menjaga tali persabahatan yang sudah terjalin selama ini. Masyarakat Musi Banyuasin melalui tradisi mandi bongen ini berusaha meunjukkan kepada kita, bagaimana sebuah persahabatan, persatuan dan kesatuan itu tetap ada walaupun dari kalangan yang berbeda. Hal ini sangat jarang berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat perkotaan yang hidup dengan sendiri-sendiri dan jarang mengenal orang-orang sekitarnya.

*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas

BagikanTweetBagikanKirim

Komentar

TERPOPULER

  • Raja Ampat Terancam: Tambang, Lingkungan, dan Suara yang Terabaikan

    Raja Ampat Terancam: Tambang, Lingkungan, dan Suara yang Terabaikan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Keindahan Pemandian Lubuk Minturun, Berenang Sembari Memberi Makan Ikan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Potret Festival Hari Anak di CFD Padang Bersama Komunitas Aruna

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Legal Tapi Tidak Adil, Izin PT. Sumber Permata Sipora Ancam Pulau Sipora

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Gantikan Sistem Usang, MYUNAND Belum Siap Pakai

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak