(Ilustrasi/Resti Rasyid)

Oleh: Resti Rasyid*

Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman, setiap insan hadir dengan ciri khasnya masing-masing. Mulai dari daerah asal, ras, suku, bahasa, tradisi, agama, dan lain sebagainya. Belum lagi perbedaan dasar yang melekat pada setiap manusia seperti perbedaan cara berpikir, berbicara, dan berpenampilan. Sebenarnya jika kita kaji satu persatu ada banyak sekali. Keberagaman tersebut sebenarnya menjadi kekayaan dan keunikan Bangsa Indonesia tetapi disisi lain juga menjadi tantangan tersendiri. Karena belakangan ini Indonesia kerap mengalami krisis toleransi dan perbedaan yang ada justru menimbulkan perpecahan.

Meski begitu, dalam sejarahnya Bangsa Indonesia berhasil mencapai kemerdekaannya dengan upaya menyatukan perbedaan-perbedaan sehingga lahirlah Indonesia seperti yang sekarang ini. Tentunya upaya ini juga tidak lepas dari turut andil pemuda Indonesia karena sejarah negeri ini adalah sejarah anak muda. Setiap peristiwa signifikan bagi tanah air ini adalah bentukan dari anak muda. 

Dilansir dari Narasinews.com ada beberapa peristiwa berpengaruh yang dilandasi oleh kegigihan anak muda. Pertama, peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dimana seluruh pemuda dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul yang akhirnya memantik semangat kebangkitan nasional. Kedua, peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 ketika pemuda Indonesia nekat memaksa Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan hingga akhirnya Indonesia menyatakan bebas dari penjajahan. Ketiga, peristiwa Reformasi ’98 pada Mei 1998 saat anak muda seluruh indonesia secara serentak meruntuhkan sebuah era kepemimpinan yang otoriter dan akhirnya melahirkan harapan baru bagi masa depan  Indonesia.

Belum lama ini juga sejumlah mahasiswa melakukan aksi angkat kertas yang bertuliskan “Mosi Tidak Percaya” dan “Tolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja” dalam acara Workshop yang diadakan Satgas Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di Gedung Convention Hall, Universitas Andalas pada tanggal 27 Juni 2023. Mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas ini menuntut pembatalan Perppu Cipta Kerja yang isi dari pasalnya dianggap tidak substansial. Aksi ini juga merupakan aksi lanjutan dari beberapa aksi sebelumnya terhadap penolakan UU Ciptaker oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM KM UNAND).

Mahasiswa yang hadir pada workshop menilai sosialisasi ini terlambat dilakukan karena undang-undang sudah disahkan duluan. Mahasiswa mengkritisi banyak pasal yang bermasalah dan undang-undang ini dianggap disusun bukan atas kepentingan bersama, melainkan kepentingan para elit politik.  Tidak hanya melakukan aksi angkat kertas sebagai pernyataan sikap menolak pengesahan UU Ciptaker, tetapi juga dilakukan penyerahan kajian yang berisi aspirasi mahasiswa dari BEM KM UNAND yang telah dirilis BEM Seluruh Indonesia kepada Tim Satgas UU Ciptaker. Dengan penyerahan kajian ini mahasiswa mendesak satgas terkait untuk segera mencabut atau meninjau kembali pengesahan undang-undang yang kontroversial ini.

Hal ini semakin meyakinkan kita bahwa anak muda punya kekuatan untuk itu, anak muda sebenarnya mampu untuk menyatukan perbedaan-perbedaan menjadi suatu kesatuan. Sekarang tergantung kita mau atau tidaknya untuk ambil bagian, sebab Indonesia butuh anak muda. Lantas, kenapa harus anak muda? Sebab riset menunjukkan bahwa ciri anak muda sekarang adalah berkomitmen untuk menghargai perbedaan. Bahkan anak muda sekarang cenderung berlomba-lomba untuk menjadi beda dan unik, sehingga kreatifitas dan ide-ide besar sering muncul dari sini.

Anak muda sadar bahwa menjadi beda itu biasa, menghakimi perbedaan ras, suku, bahasa atau agama adalah ciri-ciri orang yang sudah kedaluwarsa. Hari ini dunia semakin maju dan perbedaan semakin nyata adanya di sekeliling kita. Anak muda menganggap semakin beragam artinya semakin indah. Lalu, kenapa harus anak muda? Anak muda suka berkolaborasi, anak muda ingin punya teman sebanyak-banyaknya dan mereka bukan selalu nongkrong tanpa alasan. Mereka tau caranya bergaul yang dapat menghasilkan sesuatu, mereka menikmati solidaritas, berbagi proses dan menemukan keahlian masing-masing.

Menyepakati perbedaan bukanlah perkara yang gampang, bukanlah sebuah karakter yang melekat secara instan pada diri kita. Butuh rasa toleransi untuk mewujudkannya, perlu rasa solidaritas dan saling membutuhkan. Meski terkadang apa yang mempersatukan tak selalu yang indah-indah saja, karena ternyata kita bisa dipersatukan oleh masalah dan perbedaan.

*)Penulis merupakan mahasiswi Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Andalas

Editor: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here