• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Rabu, 31 Desember 2025
gentaandalas.com
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
gentaandalas.com
Home Aspirasi

Ketika Meme Membuat Para Pejabat Tidak Lagi DiSakralkan

oleh Redaksi
31 Desember 2025 | 14:36 WIB
(Ilustrasi/Ulya Nur Fadilah)

(Ilustrasi/Ulya Nur Fadilah)

ShareShareShareShare

Oleh: Nabila Ramadani*

Di era digital saat ini, kebebasan untuk berekspresi memungkinkan individu mengunggah konten positif maupun negatif. Akses mudah ke informasi melalui platform digital membuat semua orang berlomba-lomba untuk mencari dan membagikan informasi terbaru mengenai berbagai hal. Perlombaan tersebut ternyata menciptakan berbagai perkembangan bentuk penyampaian informasi, salah satunya adalah melalui meme.

Richard Dawkins memperkenalkan istilah meme dalam bukunya The Selfish Gene yang berasal dari bahasa Yunani mimeme yang berarti mengimitasi atau beradaptasi. Meme merupakan konten digital berbentuk foto, video, ilustrasi, ataupun teks dari hasil ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dengan cepat melalui internet dan biasanya dimodifikasi dengan tujuan menyampaikan sesuatu yang bersifat humoris. Pada perkembangannya sekarang ini, meme tidak hanya dijadikan sebagai bahan hiburan, tetapi juga sebagai bentuk sindiran dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun yang menyangkut dengan politik.

Berdasarkan survei oleh Katadata Insight Center (KIC) pada pertengahan tahun 2025, diketahui bahwa 80,4% generasi muda mengakses informasi politik melalui akun media sosial berita online. Meme yang tersebar di media sosial tidak dipungkiri membuat anak muda sedikit banyaknya mengetahui tentang politik negaranya. Di Indonesia, munculnya akun-akun khusus meme politik telah kembali menarik minat generasi muda yang kurang tertarik membaca berita konvensional. Kehadiran meme membuat politik lebih relatable sehingga mendorong pengetahuan tentang isu terkini tanpa formalitas.

Meme merupakan salah satu bentuk nyata dari budaya populer yang bersifat adaptability dan durability. Salah satu bentuknya adalah unggahan meme yang mulanya hanya berupa foto yang disertai teks, kini telah cepat berkembang menjadi editan video pendek yang bahkan menggunakan wajah pejabat bersangkutan sebagai bahan. Lebih jauh lagi, melalui kecanggihan Artificial Intelligence (AI), wajah dan pakaian para pejabat bisa diubah, serta hasilnya bisa berupa foto maupun video yang tidak sesuai aslinya. Para pembuat meme tidak akan pandang bulu terhadap ‘korban’nya. Tidak peduli apakah dia pejabat level bawah ataukah presiden sekalipun.

BACA JUGA  Misogini, Rasa Benci Terhadap Perempuan

Maraknya meme yang menjadikan pejabat sebagai ‘korban’ menjadi sebuah bentuk krisis kehormatan terhadap para pejabat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, “Apakah kesakralan status pejabat tidak lagi berlaku?” Berkaca pada masa saat internet belum begitu berkembang, para pejabat selalu harus disegani oleh semua elemen masyarakat. Nama mereka disebut dengan hormat, ucapannya menjadi pedoman, dan kehadirannya disambut dengan khidmat. Segala tindakannya dianggap final, jarang dipertanyakan, apalagi diejek. Kritik yang dianggap subversif bisa berujung pada penangkapan, penculikan, atau stigma pengkhianat.

Saat ini, meme bukan hanya sekadar hiburan murahan, ia adalah cermin kritis. Meme lahir karena hasil ucapan, perilaku, dan keputusan yang menimbulkan rasa tidak senang, tidak setuju, serta menjadi media bagi masyarakat yang suaranya tidak didengar melalui jalur formal oleh para pejabat. Kini, pejabat justru menjadi bintang dunia maya yang semua tindakannya disorot dan diejek. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam iklim demokrasi yang sempit, meme menjadi katup penyelamat bagi kritik sosial di tengah kekhawatiran terhadap kriminalisasi melalui UU ITE, ancaman pelaporan, atau stigma antipemerintah. Maraknya meme juga mencerminkan kegagalan komunikasi politik itu sendiri. Para pejabat sering kali berkomunikasi satu arah, elitis, dan penuh jargon kosong.

BACA JUGA  Mengapa Korban KDRT Mudah Kembali dan Memaafkan Pelaku?

Namun, di lain sisi, meme bisa mereduksi isu serius menjadi bahan candaan tanpa solusi atau memicu polarisasi jika digunakan untuk menyerang secara personal. Namun, akar masalah sebenarnya tetaplah pada sistem yang membuat rakyat merasa tidak punya pilihan lain selain menertawakan kekuasaan. Jadi, alih-alih marah, pejabat seharusnya bertanya, “Apa yang telah saya lakukan sehingga menjadi bahan tertawaan?” Meme politik menunjukkan kebutuhan akan komunikasi dua arah yang lebih inklusif agar kritik tidak bergantung pada humor murahan.

Meme politik adalah sebuah fenomena di era digital yang memperkuat partisipasi masyarakat sekaligus mengungkap ketidakpuasan yang mendalam, tetapi juga menciptakan risiko tersembunyi. Jika sistem politik dan pejabat tidak belajar dari fenomena ini, meme akan terus berkembang sebagai alat protes. Pada akhirnya, meme bukan hanya sekadar hiburan murahan, melainkan isyarat untuk reformasi bagi sistem dan komunikasi politik.

 

*Penulis Merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

Tag: #Meme#MemePolitik#PolitikDigital#unand #genta Andalas
BagikanTweetBagikanKirim

Baca Juga

(Ilustrasi/Nasywa Luthfiyyah Edfa)

Satu Anak, Satu Kelas, dan Ketimpangan Pendidikan

17 Desember 2025 | 14:14 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Pemira UNAND 2025 Dalam Bayang-Bayang Kelalaian Panitia

13 Desember 2025 | 18:24 WIB
(Ilustrasi/Ulya Nur Fadilah)

Nasionalisme Mahasiswa yang Mulai Terkikis

7 Desember 2025 | 20:57 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Warga Aceh Tamiang Terpuruk : Krisis Pangan dan Air di Tengah Isolasi

5 Desember 2025 | 21:39 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Kedaulatan Digital dan Ancaman Pemblokiran ChatGPT

3 Desember 2025 | 17:34 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Penolakan Status Bencana Nasional yang Mengorbankan Rakyat Sumatera

2 Desember 2025 | 13:48 WIB

TERPOPULER

  • Warga membersihkan sisa material banjir di sekitar rumah mereka di kawasan Batu Busuk, Sabtu (28/12/2025). (Sabila Hayatul Dhi’fa/Genta Andalas)

    Sebulan Pascabanjir Bandang, Warga Batu Busuk Masih Berjuang Pulih

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Kolaborasi UNAND dan UNIB dalam KKN Kebencanaan di Sumatra Barat

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Nasionalisme Mahasiswa yang Mulai Terkikis

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Kronologi Korupsi Alat Laboratorium yang Jerat Petinggi UNAND

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Penolakan Status Bencana Nasional yang Mengorbankan Rakyat Sumatera

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
gentaandalas.com

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak