
Oleh: Nasywa Luthfiyyah Edfa*
Indonesia Emas 2045 diprediksi akan menjadi puncak bonus demografi, di mana sebagian besar penduduk Indonesia berusia produktif. Hal ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan bangsa. Namun, sayangnya, Indonesia saat ini sudah banyak kehilangan generasi muda berprestasi yang telah memilih meninggalkan Indonesia karena keresahan akan masa depan.
Tagar viral #KaburAjaDulu yang sempat mencuat di media sosial sejak Februari 2025 bukan hanya sekedar tren, melainkan sebuah respon atas ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan dan situasi yang terjadi di dalam negeri. Keinginan untuk memulai hidup baru di negara lain ini dipicu oleh rasa lelah dan kecewa yang selama ini dialami rakyat Indonesia terhadap berbagai aspek kehidupan. Keadaan inilah yang meyebabkan banyak masyarakat terutama generasi muda berkeinginan untuk mengejar peluang di luar negeri, baik dalam hal pendidikan maupun karier.
Masalah ini tentu tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan ada faktor pendorong mengapa hal ini terjadi. Pertama, ekonomi, sulitnya akses dalam mencari pekerjaan yang layak menyebabkan kesenjangan pendapat dalam masyarakat yang menyebabkan banyak orang merasa terhimpit dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari terus naik. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh negara, dimana upah minuman yang diterima tidak sejalan dengan inflasi yang terjadi serta kurangnya insentif bagi para pekerja terampil dalam negeri yang menyebabkan mereka mencari peluang di luar negeri.
Kedua, fasilitas, seperti transportasi, kesehatan dan juga pendidikan di Indonesia masih bisa kita lihat masih belum mampu membantu rakyat nya dengan baik, berbeda dengan system yang ada di luar negeri yang sering kali lebih terstruktur dan berkualitas. Contohnya, dalam hal Pendidikan, system di Indonesia masih kurang efektif dalam menciptakan serta menumbuhkan kemampuan berpikir kritis pada siswa, berbeda dengan system Pendidikan di negara lain yang justru berhasil melatih siswanya untuk mengembangkan pola pikir yang kritis.
Ketiga, mengenai kebijakan, pemerintah Indonesia seringkali membuat regulasi yang tidak berpihak kepada rakyat Indonesia, yang berakhir gagal nya kebijakan tersebut dan runtuhnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, seperti kebiajakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dinilai memberatkan rakyat, terutama UMKM yang berdampak pada menurunya daya beli masyarakat.
Selain itu, hukum di Indonesia pun masih harus banyak di perbaiki, bagaimana tidak hukum yang berlaku di Indonesia saat ini sama sekali tidak membantu rakyat kecil, malahan membantu orang yang bersalah untuk di bebaskan dari hukum yang menimpanya. Kasus korupsi contohnya, semakin hari semakin banyak orang yang melakukan korupsi dan kerugian yang ditimbulkan tidak main-main, namun hukuman yang di jatuhi terhadap pelaku sama sekali tidak sebanding dengan kerugian yang dialami negara.
Sejumlah orang di Indonesia merasa bakat dan potensi mereka akan lebih dihargai di luar negeri dibanding di Indonesia karena adanya system meritokrasi yang lebih nyata. Di beberapa negara maju, penghargaan terhadap individu didasarkan pada kemapuan, kerja keras dan prestasi, bukan sekedar status sosial, koneksi atau factor lainya. Kondisi seperti ini memberikan kesempatan yang lebih adil bagi individu untuk bertumbuh, mencapai posisi yang diinginkan dan mendapatkan pengakuan yang sebanding dengan kontribusinya. Sebaliknya, di Indonesia, hal seperti itu belum diterapkan, peluang untuk maju atau mencapai suatu posisi yang tinggi sering kali dipengaruhi oleh praktik nepotisme, bukan berdasarkan apa yang kita bisa. Kurangnya transparansi dalam menilai kinerja membuat banyak orang marasa bahwa kerja keras mereka benar – benar akan dihargai. Akibatnya, sejumlah orang memutuskan untuk mencari kesempatan di luar negeri, yang lebih isa mengahargai setiap bakat, potensi dan kerja keras yang mereka miliki.
Hasrat masyarakat Indonesia untuk tinggal di luar negeri bukan hanya sekedar gaya hidup atau tren, tetapi merupakan sebuah keputusan rasional yang timbul dari kekecewaan terhadap keadaan di dalam negeri. Fakta seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan yang baik, fasilitas public yang beum memadai, kebijakan yang sering tidak menguntungkan rakyat, lemahnya hukum yang berlaku, serta banyaknya nepotisme membuat sebagian orang merasa kesempatan mereka untuk berkembang lebih banyak di luar negeri. Dalam pandangan mereka, negara lain memberikan harapan hidup yang lebih baik dan menjanjikan bagi masa depan.
*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas