
Oleh: Auryn Dzakirah*
Tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan tropis, Candi Muaro Jambi berdiri sebagai saksi bisu kejayaan masa lampau. Terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, kawasan ini bukan hanya kompleks percandian terluas di Asia Tenggara, tetapi juga menyimpan atmosfer spiritual yang mengundang kekaguman dan kontemplasi.
Kawasan seluas lebih dari 12 kilometer persegi ini menyimpan lebih dari 80 struktur purbakala, sebagian besar masih berupa gundukan tanah yang belum dipugar. Hanya sekitar sembilan candi yang telah direstorasi, di antaranya Candi Gumpung, Candi Tinggi, dan Candi Kedaton nama-nama yang kini mulai akrab di telinga wisatawan, peneliti, dan peziarah.
Perjalanan ke situs ini cukup mudah diakses dari Kota Jambi, hanya memakan waktu sekitar 45 menit berkendara melewati Jembatan Aurduri. Memasuki gerbang kawasan, pengunjung akan disambut jalan setapak dari batu bata merah yang menembus rimbunnya semak dan pepohonan, seolah menuntun langkah kembali ke masa lampau.
“Banyak yang kaget waktu pertama kali datang ke sini. Mereka tak menyangka kalau Sumatera punya kompleks candi seluas dan setua ini,” tutur Mulyadi, salah satu juru pelihara candi, Sabtu (19/7/2025).
Harga tiket masuk tergolong terjangkau, yakni Rp15.000 per orang, dengan biaya parkir Rp5.000 untuk sepeda motor dan Rp10.000 untuk mobil. Fasilitas umum seperti toilet dan pusat informasi tersedia, meski masih dalam bentuk sederhana.
Suasana kawasan begitu hening dan damai. Angin semilir dan cahaya matahari yang menyusup di antara dedaunan menciptakan keteduhan alami yang jarang ditemukan di destinasi wisata lain. Banyak pengunjung memanfaatkan momen ini untuk berpiknik bersama keluarga, membaca sejarah dari papan informasi, atau sekadar duduk bersandar di bawah pohon.
Salah seorang wisatawan yang datang, Ilham, mengaku takjub demgan suasana di Candi Muaro Jambi. “Rasanya beda dari wisata sejarah lainnya. Damai banget, adem. Bagus juga buat foto-foto, apalagi di dekat Candi Tinggi,” ujar Ilham Sabtu (19/7/2025).
Bagi penggemar fotografi, Candi Muaro Jambi adalah surga tersembunyi. Latar belakang candi bata merah yang eksotis berpadu dengan nuansa hijau pepohonan tropis menjadi bingkai alami yang sempurna untuk mengabadikan momen.
Tak hanya menarik sebagai destinasi wisata, kawasan ini juga berfungsi sebagai ruang edukasi dan penelitian. Pengunjung dapat menjumpai gundukan-gundukan tanah yang belum digali, sambil mendengar kisah dari juru pelihara tentang potensi struktur candi yang masih tersembunyi di bawah semak belukar.
Pemerintah saat ini tengah berupaya mendorong pengajuan Candi Muaro Jambi sebagai Warisan Dunia UNESCO. Namun, tantangan masih membentang, mulai dari penataan kawasan, pelestarian situs, hingga promosi yang belum maksimal.
Justru di sanalah letak keistimewaannya. Candi Muaro Jambi tidak sepadat Borobudur, tapi menyimpan nuansa eksklusif dan misterius. Ia tidak glamor, tapi jujur menghadirkan perasaan bahwa kita sedang menapaki tanah tua yang pernah menjadi pusat pembelajaran agama Buddha di Nusantara.
Di balik ketenangannya, kawasan ini menyimpan potensi besar bukan hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga sebagai ruang belajar, ruang cerita, dan ruang ingat. Candi Muaro Jambi seolah menanti untuk dihidupkan kembali, agar generasi kini menyadari bahwa Sumatera pun pernah menjadi poros penting dalam peta sejarah Asia Tenggara.
*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas