• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Kamis, 18 September 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas
Home Aspirasi

Thrift Fashion: Simbol Ekonomi Kreatif di Kalangan Anak Muda

oleh Redaksi
Kamis, 31 Juli 2025 | 12:54 WIB
di Aspirasi, Karya Calon Anggota
0
(Ilustrasi/Nabiela Ramadhani)

(Ilustrasi/Nabiela Ramadhani)

ShareShareShareShare
(Ilustrasi/Nabiela Ramadhani)

Oleh: Nabiela Ramadhani*

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena membeli pakaian thrift atau pakaian bekas berkualitas semakin populer di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda. Selain karena harganya yang lebih terjangkau, pakaian thrift juga dianggap sebagai simbol gaya hidup berbeda yang menitikberatkan pada nilai-nilai ekonomi dan sosial. Dalam situasi ekonomi yang semakin tidak menentu, banyak masyarakat mulai mencari cara untuk menghemat pengeluaran sehari-hari. Salah satu bentuk penghematan yang kini popular adalah membeli pakaian thrift atau pakaian bekas berkualitas. Selain harganya yang lebih murah, belanja pakaian thrift juga memiliki manfaat lain seperti ramah lingkungan dan mendukung gaya hidup berkelanjutan.

Pakaian thrift adalah pakaian bekas yang masih layak digunakan dan dijual dengan harga terjangkau, biasanya berasal dari donasi, pasar loak, atau toko khusus barang secondhand. Fenomena membeli pakaian bekas di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak tahun 1980-an, terutama di daerah pesisir yang berbatasan dengan negara tetangga. Namun, sejak 2020, popularitas thrifting melonjak berkat pengaruh media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, di mana para influencer menarik perhatian banyak orang terhadap tren ini.

Melalui pengaruh media sosial, banyak anak muda yang menunjukkan gaya berpakaian mereka dengan cara yang unik dan berbeda dari yang lain. Hal ini membuat pembelian pakaian thrift semakin meningkat, karena pakaian-pakaian tersebut biasanya berasal dari luar negeri dan memiliki gaya yang tidak bisa ditemukan di toko-toko biasa di Indonesia. Pakaian thrift memberi kesempatan untuk memiliki pakaian yang langka, vintage, atau model yang sudah tidak diproduksi lagi. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin mengekspresikan diri melalui cara berpakaian tanpa harus mengikuti tren utama di industri fashion.

Di sisi lain, faktor ekonomi juga menjadi salah satu pendorong utama meningkatnya minat masyarakat, terutama kalangan anak muda, terhadap pembelian pakaian thrift. Dengan anggaran yang terbatas, mereka bisa mendapatkan pakaian bermerek yang biasanya dijual dengan harga tinggi, namun kini bisa dibeli dengan harga yang jauh lebih terjangkau melalui toko-toko thrift atau pasar loak.

Perkembangan budaya thrift tidak hanya mengubah pola konsumsi, tetapi juga membuka peluang usaha baru, khususnya bagi pelaku UMKM. Banyak pemuda kreatif yang memanfaatkan peluang ini dengan memulai bisnis thrift dari rumah, menggunakan media sosial sebagai alat promosi utama serta platform digital untuk proses transaksi. Bahkan, beberapa di antaranya berhasil membangun brand awareness yang kuat hanya melalui konten menarik di media sosial. Model bisnis ini juga memberikan fleksibilitas waktu dan modal awal yang relatif rendah, menjadikannya pilihan menarik bagi anak muda yang ingin berwirausaha.

Selain untuk menghemat pengeluaran, banyak kalangan muda saat ini memilih membeli pakaian bekas atau thrift karena semakin meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan. Industri fashion dikenal sebagai salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan, baik dalam bentuk limbah tekstil, konsumsi air yang tinggi, maupun emisi karbon. Berdasarkan data dari United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 2024, industri fashion global bertanggung jawab atas 10% dari total emisi karbon dunia dan 20% limbah air industri. Dengan membeli pakaian thrift, generasi muda ikut serta dalam upaya memperpanjang siklus penggunaan pakaian yang sudah ada, sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan produksi pakaian baru yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Minat anak muda terhadap gaya hidup ini juga turut mengangkat kembali gerakan slow fashion dan memberinya energi baru.

Popularitas pakaian thrift memang terus meningkat, tetapi di balik itu muncul berbagai tantangan. Salah satunya adalah tindakan oknum pedagang yang menaikkan harga secara tidak wajar dengan dalih barang langka. Selain itu, kritik muncul karena fenomena thrift yang kini justru menciptakan pasar premium dan mengurangi akses bagi kalangan menengah ke bawah yang seharusnya menjadi pengguna utamanya. Masalah kualitas juga harus diperhatikan, terutama pada penjualan online, di mana banyak pakaian tidak melalui sortir yang baik, sehingga kondisinya rusak atau tidak layak pakai. Untuk mengatasi ini, penting bagi konsumen untuk memiliki literasi yang cukup dalam memilih dan merawat pakaian thrift agar tidak kecewa setelah membeli.

Fenomena maraknya pembelian pakaian thrift di kalangan generasi muda tidak hanya menunjukkan pergeseran dalam kebiasaan berbelanja yang lebih hemat dan ramah lingkungan, tetapi juga mencerminkan meningkatnya kepedulian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan, serta membuka peluang bisnis baru. Meski tren ini semakin populer berkat dorongan media sosial, masih ada tantangan yang perlu diperhatikan, seperti harga yang kadang tidak masuk akal dan kualitas barang yang bervariasi. Untuk menjaga keberlanjutannya, perlu adanya regulasi, edukasi, dan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Dengan begitu, thrift culture tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi juga gerakan yang benar-benar berkontribusi pada perubahan positif dalam industri fashion dan gaya hidup masyarakat.

*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

Label: budayaekonomiGentaandalasPakaianThriftUnand
BagikanTweetBagikanKirim

Baca Juga

Solidaritas Perempuan, Jangan Hanya di Media Sosial

Solidaritas Perempuan, Jangan Hanya di Media Sosial

Jumat, 5 September 2025 | 22:58 WIB
Kompleks Makam Kuno Malalo: Bukti Tradisi Berkelanjutan dari Megalitik hingga Islam

Kompleks Makam Kuno Malalo: Bukti Tradisi Berkelanjutan dari Megalitik hingga Islam

Jumat, 5 September 2025 | 22:33 WIB
Sejarah Publik:  Alternatif Karier Non Akademis

Sejarah Publik: Alternatif Karier Non Akademis

Kamis, 4 September 2025 | 08:44 WIB
Aksi 1 September ditunggangi, BEM UNAND Nyatakan Sikap

Aksi 1 September ditunggangi, BEM UNAND Nyatakan Sikap

Rabu, 3 September 2025 | 18:55 WIB
Empat Tahun PTN-BH, UNAND Dinilai Gagal Berbenah

Empat Tahun PTN-BH, UNAND Dinilai Gagal Berbenah

Rabu, 3 September 2025 | 11:34 WIB
MWA-UM: Dari Wadah Representasi Menjadi Portofolio Jabatan

MWA-UM: Dari Wadah Representasi Menjadi Portofolio Jabatan

Rabu, 3 September 2025 | 08:50 WIB

TERPOPULER

  • Kronologi Korupsi Alat Laboratorium yang Jerat Petinggi UNAND

    Kronologi Korupsi Alat Laboratorium yang Jerat Petinggi UNAND

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Korupsi di UNAND 3,57 Miliar, 12 Orang Tersangka Termasuk Mantan Wakil Rektor l

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • UNAND Angkat Bicara Kasus Korupsi Rp3,57 Miliar

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Inovasi Digital atau Sekadar Etalase Kampus, UNAND Luncurkan MyUNAND

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Bawaslu Padang Gandeng Pers Mahasiswa Awasi Keterbukaan Informasi Publik

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak