• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Selasa, 16 September 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas
Home Aspirasi

Misogini, Rasa Benci Terhadap Perempuan

oleh Redaksi
Senin, 3 Juli 2023 | 23:40 WIB
di Aspirasi, Gentainment, Karya Calon Anggota
0
(Ilustrator/Ifran Adhala Zikri)

(Ilustrator/Ifran Adhala Zikri)

ShareShareShareShare
(Ilustrator/Ifran Adhala Zikri)

Oleh: Fahara Azzah Syafaqoh*

Akhir-akhir ini, media Indonesia ramai memberitakan dan membicarakan berbagai kasus tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada perempuan. Seperti kasus pembunuhan, kekerasan seksual, pelecehan seksual terhadap perempuan, dan lainnya. Tindak kekerasan tersebut tidak hanya terjadi pada perempuan dewasa saja, melainkan pada anak-anak pun dapat terjadi. Tindak kekerasan tersebut dapat terjadi di kampus ataupun tempat-tempat umum. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPA) 2023 mencatat 10.807 dari 12.040 dari kasus kekerasan yang terjadi dialami oleh korban perempuan.

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku kasus kekerasan tersebut, misal adanya perasaan tidak senang atau benci pelaku terhadap korban perempuan, memiliki dendam pribadi, dan lainnya. Perilaku tidak senang atau benci terhadap benci terhadap perempuan secara ekstrem disebut misogini. Contoh kasus kekerasan terhadap perempuan yang mencakup kekerasan seksual ialah berupa kekerasan dalam rumah tangga, terorisme, femisida, dan lainnya.

Menurut Oxfod English Dictionary kata bahasa Inggris “misogyny” diciptakan pada pertengahan abad ke-17 dari bahasa Yunani misos yang berarti kebencian dan gune yang berarti perempuan. Kata ini jarang digunakan hingga pada akhirnya dipopulerkan oleh feminisme gelombang kedua pada tahun 1970-an.

Menurut ahli Sosiolog, Allan G. Jhonson, misogini adalah sikap budaya kebencian terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan. Dari hal ini, Jhonson berpendapat bahwa kebencian terhadap perempuan merupakan bagian sentral dari prasangka seksis dan ideologi, dengan demikian merupakan dasar penting bagi penindasan perempuan dalam masyarakat yang di dominasi laki-laki. Misogini diwujudkan dengan berbagai cara, mulai dari lelucon pornografi, kekerasan terhadap perempuan hingga penghinaan diri sendiri dapat diajarkan untuk merasakan arah tubuh mereka sendiri.

Sindrom misogini sangat sulit untuk dapat ditelusuri, sebab kita tidak dapat menganalisis kasus ini secara gamblang. Sindrom misogini pun juga pernah diangkat dalam karya sastra pada sebuah novel Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982 karya Cho Nam Joo. Dalam novel tersebut berbicara mengenai wanita yang bernama Kim Ji-Yeong. Ia terlahir di keluarga yang mengharapkan sosok anak laki-laki dan menjadi bulan-bulanan para guru laki-laki di sekolah dan menjadi korban yang disalahkan oleh ayahnya ketika ia diganggu. Kim Ji-Yeong pun semasa kuliah tidak pernah direkomendasikan oleh dosennya untuk pekerjaan magang di perusahan ternama dan semasa kerja juga tidak pernah mendapatkan promosi. Hingga akhirnya, Kim Ji-Yeong pun melepaskan karirnya demi membesarkan anaknya.

Kim Ji Yeong mulai bertingkah laku aneh yaitu mulai mengalami depresi. Kim Ji-yeong adalah sosok manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Namun, Kim Ji-yeong adalah bagian dari semua perempuan di dunia. Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982 adalah novel sensasional dari Korea Selatan yang ramai dibicarakan di seluruh dunia. Kisah kehidupan seorang wanita muda yang terlahir di akhir abad ke-20 ini membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang praktik misoginis dan penindasan institusional yang relevan saat ini (Febriyanti, Rina Husnaini dalam Misoginisme dalam novel Kim Ji-yeong Lahir Tahun 1982 Karya Cho Nam-joo: Kajian Feminisme Sastra. Hlm. 162).

Isu misogini pun pernah terjadi di kota Thangsan, China. Dilansir dari bbc.com pada 24 Juni 2022 terjadi perilaku kekerasan oleh seorang lelaki kepada perempuan secara tiba-tiba. Perempuan tersebut kaget akibat aksi dari lelaki tersebut dan menyuruh mereka untuk pergi. Hingga pada akhirnya, lelaki tersebut memukul kepala perempuan tersebut hingga terpelanting ke lantai. Lalu, teman-teman dari lelaku tersebut juga ikut melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan ini. Kursi dan botol dijadikan senjata untuk memukul perempuan tersebut.

Tindakan kekerasan tersebut tentunya tidak dapat ditolerir. Perilaku tersebut mencerminkan bahwa perempuan sebagai makhluk hidup yang lemah, tidak berdaya, dan pantas mendapatkan kekerasan. Budaya patriarki pun menjadi alasan dibaliknya isu misogini tersebut. Sejak dahulu, pemikiran bahwa anggapan lelaki adalah pemegang kuasa dan memiliki tingkat kekuasaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa perilaku misogini tidak dapat kita ambil kesimpulannya secara gamblang. Sebab bentuk, sifat, dan motif tindakan yang dilakukan perlu ditelusuri dahulu. Selain itu, dampak dari misoginis ini adalah tidak adanya lagi kepercayaan pada seseorang. Kedepannya, akan lebih marak terjadinya kasus tindak kekerasan seksual yang terjadi. Lalu adanya tindakan mendominasi kekurangan seseorang yang kemungkinan akan melakukannya secara seksual.

Untuk menghindari sikap ini, perlu adanya kesadaran akan ketimpangan gender di dalam masyarakat yang dimana budaya patriarki masih terasa kuat. Mulai untuk tidak menormalkan hal-hal yang berbau seksisme dimana pemikiran ini dapat mengakar pada sistem patriarki. Selain itu, jangan pernah menghakimi apapun yang dipakai oleh perempuan karena perempuan bebas berekspresi sesuka yang dia mau, selama itu masih dalam batas wajar dan baik.

Meskipun perlakuan misoginis sering dilakukan oleh kaum laki-laki, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa terhadap sesama perempuan pun bisa saja terjadi. Seperti adanya perasaan takut tersaingi dan membutuhkan validasi ketika berhadapan dengan laki-laki yang disukainya. Misoginis terhadap perempuan juga harus diperhatikan, karena apabila terus berlanjut maka akan menimbulkan perpecahan yang semakin mudah untuk laki-laki mengadu domba antar perempuan dengan meningkatkan rasa benci mereka terhadap sesama perempuan.

*) Penulis merupaka mahasiswi Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Andalas

Label: Aspirasikekerasanperempuan
BagikanTweetBagikanKirim

Baca Juga

Solidaritas Perempuan, Jangan Hanya di Media Sosial

Solidaritas Perempuan, Jangan Hanya di Media Sosial

Jumat, 5 September 2025 | 22:58 WIB
Kompleks Makam Kuno Malalo: Bukti Tradisi Berkelanjutan dari Megalitik hingga Islam

Kompleks Makam Kuno Malalo: Bukti Tradisi Berkelanjutan dari Megalitik hingga Islam

Jumat, 5 September 2025 | 22:33 WIB
Sejarah Publik:  Alternatif Karier Non Akademis

Sejarah Publik: Alternatif Karier Non Akademis

Kamis, 4 September 2025 | 08:44 WIB
Aksi 1 September ditunggangi, BEM UNAND Nyatakan Sikap

Aksi 1 September ditunggangi, BEM UNAND Nyatakan Sikap

Rabu, 3 September 2025 | 18:55 WIB
Empat Tahun PTN-BH, UNAND Dinilai Gagal Berbenah

Empat Tahun PTN-BH, UNAND Dinilai Gagal Berbenah

Rabu, 3 September 2025 | 11:34 WIB
MWA-UM: Dari Wadah Representasi Menjadi Portofolio Jabatan

MWA-UM: Dari Wadah Representasi Menjadi Portofolio Jabatan

Rabu, 3 September 2025 | 08:50 WIB

TERPOPULER

  • Kronologi Korupsi Alat Laboratorium yang Jerat Petinggi UNAND

    Kronologi Korupsi Alat Laboratorium yang Jerat Petinggi UNAND

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Korupsi di UNAND 3,57 Miliar, 12 Orang Tersangka Termasuk Mantan Wakil Rektor l

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • UNAND Angkat Bicara Kasus Korupsi Rp3,57 Miliar

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Di Tengah Dugaan Intimidasi, UNAND Janjikan Kebebasan Pers Mahasiswa

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Empat Tahun PTN-BH, UNAND Dinilai Gagal Berbenah

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak