• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Sabtu, 23 Agustus 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas
Home Berita Feature

Memaknai Sikap Toleransi Dari Klenteng Eng An Kiong

oleh Redaksi
Minggu, 5 Desember 2021 | 19:46 WIB
di Feature
0
ShareShareShareShare
“Pengunjung memadati pintu masuk Klenteng Eng Ang Kiong untuk berfoto.” Sabtu (27 Nov 2021).

*Oleh : Nurul Anisa Azwir

Kota Malang, salah satu kota besar di Indonesia yang diakui sebagai kota dengan tingkat toleransi tinggi terhadap keberagaman agama. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya bangunan ibadah banyak agama yang bisa ditemui di setiap sudut kota, seperti halnya masjid, gereja, vihara, pura, dan klenteng. Termasuk Klenteng Eng An Kiong, tempat ibadah yang memiliki nilai sejarah di Kota Malang.

Klenteng Eng An Kiong berada di jalan Martadinata, Kota lama, Kedungkandang, Kota Malang. Jika ingin mengunjungi klenteng, jangan khawatir akan tersesat karena Klenteng Eng An Kiong hanya berjarak sekitar empat menit dari alun-alun kota Malang. Miliki warnanya yang mencolok, klenteng ini mudah dikenali dari jarak jauh.

Konon katany, klenteng tersebut sudah berumur 196 tahun. Tidak seperti umurnya yang tua, penampakan bangunan klenteng masih berdiri kokoh dan gagah. Terlihat jelas perawatan dan pemugaran yang dilakukan untuk mempertahankan agar Klenteng Eng An Kiong masih bisa difungsikan sebagai tempat beribadah.
Bangunan kuno ini didominasi warna merah menyala dan kuning emas yang mencolok.

Arsitektur klenteng yang bergaya eropa dan tiongkok semakin membuat bangunan terlihat unik. Ditambah dua patung berbentuk singa pada pintu masuk klenteng memberikan kesan bangunan yang memang dibangun pada masa lalu, ketika Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan.

Ketika pengunjung melangkahkan kaki memasuki klenteng, maka akan disambut dengan wangi dupa yang semerbak memenuhi segala sisi ruangan. Tak hanya itu , mata pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan patung, berbagai perlengkapan peribadatan, ukiran naga dan lukisan yang berada di ruangan tersebut. Jika terus berjalan ke arah belakang klenteng, akan ditemukan ruangan yang serupa untuk beribadah. Selain tempat peribadatan, di dalam klenteng juga terdapat dua kolam ikan yang dapat mengejukkan mata.

Uniknya, Klenteng Eng An Kiong bukan merupakan tempat peribadatan satu umat beragama saja. Namun, Klenteng Eng An Kiong adalah tempat beribadah bagi tiga agama yakni agama Budha, Tao dan Konghucu. Oleh karena itu, klenteng ini sering disebut sebagai klenteng Tri Dharma.

Menjadi tempat peribadatan tiga agama sekaligus tentunya menjadikan Klenteng Eng An Kiong sebagai simbol toleransi di kota Malang. Walau berbeda agama, ummat yang beribadah di Klenteng Eng An Kiong saling menghormati dan menghargai kepercayaan masing-masing. Bahkan ketika suatu acara salah satu agama diadakan di klenteng, ummat agama lain ikut membantu persiapannya. Selama ini mereka hidup rukun dan damai berdampingan satu dengan yang lainnya.

Lalu, dibalik penamaan Klenteng Eng An Kiong ada filosoi yang memiliki arti mendalam. Tersusun dari kata Eng yang berarti abadi, An yang berarti keselamatan, dan Kiong yang berarti istana. Klenteng Eng An Kiong dimaknai sebagai bentuk rasa syukur terhadap keselamatan yang telah diberikan.

“Banyak belajar hal baru. Ternyata alat peribadatan seperti dupa juga dipakai di sini. Saya mengira hanya di agama Hindu saja.” Ucap Nabila, salah satu pengunjung Klenteng Eng An Kiong.

Bila mengaku takjub melihat Klenteng Eng An Kiong untuk pertama kali. Sikap yang ditunjukkan penjaga klenteng sangat baik dan ramah. “Saya membelakangi salah satu dewa. Di agama mereka tidak diperbolehkan membelakangi dewa seperti itu. Dan saya diperingatkan dengan sangat baik tanpa menyudutkan.” Tutur Bila.

*Penulis merupakan mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Andalas

 

Label: #unandwisata
BagikanTweetBagikanKirim

Baca Juga

Menapaki Jejak Kejayaan di Candi Muaro Jambi

Menapaki Jejak Kejayaan di Candi Muaro Jambi

Jumat, 1 Agustus 2025 | 11:23 WIB
Melintasi Jejak Alam Menuju Pesona Tiga Tingkat Lubuk Hitam

Melintasi Jejak Alam Menuju Pesona Tiga Tingkat Lubuk Hitam

Sabtu, 26 Juli 2025 | 22:01 WIB
Tradisi Kadaghek: Kerukunan Dalam Budaya Mengantar Jenazah Suku Minang di Tanjung Barulak

Tradisi Kadaghek: Kerukunan Dalam Budaya Mengantar Jenazah Suku Minang di Tanjung Barulak

Minggu, 30 Juni 2024 | 20:21 WIB
Menyusuri Keindahan Goa Kelelawar Padayo, Lubuk Kilangan

Menyusuri Keindahan Goa Kelelawar Padayo, Lubuk Kilangan

Sabtu, 29 Juni 2024 | 12:48 WIB
Keindahan Dinding Cadas Bukit Baka dan kolam Luak Gadang yang mempesona

Pesona Tersembunyi Bukit Baka Luak Gadang: Permata Alam di Kabupaten Agam

Sabtu, 22 Juni 2024 | 00:25 WIB

Eksplorasi Ruangan Bersejarah dan Destinasi Mistis GOLAGA

Selasa, 14 Mei 2024 | 10:20 WIB

TERPOPULER

  • Larangan Akun Ganda, Pertarungan Privasi dan Regulasi

    Larangan Akun Ganda, Pertarungan Privasi dan Regulasi

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Sekolah Rakyat, Antara Terobosan dan Tambalan Darurat

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Ketika Generasi Muda Kehilangan Harapan di Negeri Sendiri

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Mendaki Gunung: Antara Eksistensi dan Keselamatan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Ngopi di Kafe, Antara Ilusi Kerja dan Ajang Gaya

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak