• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Rabu, 18 Juni 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas

Home Berita

Nagari Simpang Kapuak, Kabupaten Lima Puluh Kota : Tetap Lestarikan Budaya Randai

oleh Redaksi
Minggu, 21 Februari 2021 | 23:45 WIB
di Berita
0
ShareShareShareShare

Oleh : Afri Haikil *)

Randai merupakan budaya khas terdahulu bagi masyarakat Minangkabau sebagai sarana komunikasi sastra daerah. Keberadaan randai saat ini banyak diabaikan oleh masyarakat Minangkabau sendiri, bahkan dapat dikatakan budaya randai sudah hampir punah. Namun sampai saat ini, masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota, khususnya Nagari Simpang Kapuak, masih terus melestarikan budaya randai. Di sini, randai menjadi kesenian tradisional yang dimainkan secara berkelompok yang kemudian ditunjukkan di berbagai kegiatan adat.

Grup Randai “Salendang Dunie” merupakan nama grup randai di Nagari Simpang Kapuak, yang biasanya diperankan oleh pemuda pemudi. Grup randai ini dipimpin oleh M. Zalman dengan anggota 30 orang pemain.

BacaJuga

Pelaku Utama Kabur, Ratusan Warga Tertipu Lowongan Kerja Fiktif di Basko City Mall

Menyelami Obsesi Kecantikan dan Luka dalam The Ugly Stepsister

“Latihan randai kami lakukan secara rutin setiap malamnya dari pukul 10 hingga pukul 2 esok harinya”, ujar Zalman.

Zalman juga menjelaskan bahwa kegiatan ini mereka lakukan agar budaya randai yang lahir dan telah turun temurun dari nenek moyang mereka tidak terlupakan begitu saja.

“Kami juga sering diminta hadir untuk mengisi acara-acara, seperti “baralek” atau “alek pangulu”, tambahnya.

Berbicara tentang asal-usulnya, dikutip dari seringjalan.com, randai awalnya dimainkan oleh masyarakat Tanah Datar, tepatnya di Nagari Pariangan. Randai dimainkan saat masyarakatnya berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut.

Mulanya, randai dikenal sebagai sarana untuk menyampaikan kaba atau berita yang berisi cerita-cerita rakyat melalui syair atau pantun yang didendangkan dalam gerakan-gerakan silat. Namun setelah mengalami perkembangan, randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara. Randai ini bisa dikatakan hampir sama dengan teater, namun lebih menitikberatkan pada cerita seputar Minangkabau.

Miko, salah satu peserta randai mengungkapkan bahwa latihan randai cukup melelahkan. Tapi semua itu dapat menjadi pengikat pertemanan.
“Latihan randai memang sangat melelahkan, tapi dengan adanya latihan dan acara-acara ini, kami lebih sering berkumpul dengan teman-teman,” jelas Miko.

Di Nagari Simpang Kapuak, randai dimainkan dengan pola lingkaran, diikuti gerakan-gerakan yang sudah ditentukan sesuai cerita yang disampaikan. Kemudian gerakan tersebut diiringi lagu dan musik yang juga menceritakan kisah yang disesuaikan.

Umumnya, randai dipimpin oleh satu orang dengan sebutan “tukang goreh” atau “panggoreh, yang memiliki tugas penting yaitu mengeluarkan teriakan khas seperti “hap, hep” untuk mengatur cepat atau lambatnya tempo gerak dalam tiap gerakan. Randai biasanya dimainkan selama 1 hingga 5 jam dalam sekali pertunjukan sesuai panjang cerita yang disampaikan.

*) Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas

Label: kesenianKhasKhasanah budayaminangRandai
BagikanTweetBagikanKirim

Komentar

TERPOPULER

  • Menyelami Obsesi Kecantikan dan Luka dalam The Ugly Stepsister

    Menyelami Obsesi Kecantikan dan Luka dalam The Ugly Stepsister

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pelaku Utama Kabur, Ratusan Warga Tertipu Lowongan Kerja Fiktif di Basko City Mall

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Program Barak Militer bagi Siswa Bermasalah: Solusi atau Ancaman?

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Dugaan Ijazah Palsu : Serangan Politik atau Kritik Publik?

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Mengenal Uang Japuik, Adat Pariaman yang Masih Sering Disalahartikan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak