(Dok. Pribadi)

Oleh: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak dan Souty Syahrani

Minyak sisa penggorengan atau minyak jelantah merupakan salah satu limbah yang berbahaya bagi lingkungan maupun kesehatan. Akan tetapi, Indonesia masih menjadi negara yang menghasilkan banyak limbah minyak jelantah. Melansir dari artikel International Council on Clean Transportation dengan studi penelitian penggunaan minyak jelantah di berbagai negara Asia, Indonesia berpotensi mengumpulkan sebanyak 715 kiloton minyak jelantah tiap tahunnya. Adapun minyak jelantah ini berasal dari limbah industri hingga limbah rumah tangga. Siapa sangka, ternyata limbah minyak jelantah ini dapat diolah menjadi biodiesel, atau alternatif bahan bakar. Namun, di Indonesia sendiri pengolahan minyak jelantah masih sangat rendah, termasuk di Kota Padang. Hal ini lah yang membuat berbagai komunitas peduli lingkungan dan kesehatan tergerak untuk mengurangi limbah minyak jelantah, termasuk komunitas Saiyo Jelantah Sumatra Barat (Sumbar).

Komunitas Saiyo Jelantah Sumbar merupakan sebuah komunitas yang bergerak dalam mengurangi limbah minyak jelantah dengan mengumpulkan limbah dari masyarakat, kemudian nantinya akan disalurkan untuk pemanfaatan energi biodiesel dan diekspor ke luar negeri. Sebelum komunitas Saiyo Jelantah ini berkembang di Kota Padang, Ketua Umum Komunitas Saiyo Jelantah, Dicky Kurnia bersama dengan beberapa temannya memulai membangun komunitas ini di Kabupaten Pasaman. Akan tetapi, menimbang akan besarnya hasil minyak jelantah di Kota Padang, maka komunitas ini resmi dikembangkan pada Oktober 2022 di Kota Padang dan telah menyebar di kota dan kabupaten lainnya di Sumbar.

Dicky Kurnia, selaku Ketua Umum Komunitas Saiyo Jelantah menjelaskan bahwa tidak hanya mengurangi limbah minyak jelantah, komunitas Saiyo Jelantah juga membantu masyarakat agar dapat memanfaatkan minyak jelantah hingga dapat memberi dampak ekonomi bagi masyarakat. Minyak jelantah yang diberikan masyarakat ke komunitas Saiyo Jelantah dihargai sebesar Rp 5000 per kilonya. Tentunya ini lumayan menggiurkan, karena tidak hanya dapat mengurangi limbah minyak jelantah yang dapat mencemari lingkungan, masyarakat juga mendapatkan uang dengan mengumpulkan minyak jelantah. 

Tak hanya sekadar mengumpulkan minyak jelantah dari masyarakat, komunitas Saiyo Jelantah juga gencar melaksanakan penyuluhan kepada berbagai lapisan masyarakat mengenai dampak pembuangan minyak jelantah secara sembarangan.

“Dalam upaya mengumpulkan minyak jelantah dari masyarakat, kami juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak dari minyak jelantah dan keuntungan jika mereka menyumbangkan minyak jelantah agar dapat diolah kembali,” jelas Dicky saat diwawancarai Genta Andalas pada Kamis (13/4/2023).

Lantas bagaimana sistem proses pengumpulan minyak jelantah di komunitas Saiyo Jelantah Sumbar? Pertama, masyarakat hanya perlu mengumpulkan minyak jelantah hasil dari limbah UMKM atau rumah tangga dalam botol plastik. Lalu, masyarakat dapat langsung menyerahkannya ke unit-unit bank sampah yang tersedia dan menukarkannya dengan uang sesuai berat minyak jelantah per kilo. Setelah itu, anggota komunitas Saiyo Jelantah akan mengumpulkan minyak jelantah dari bank-bank sampah tersebut dan disalurkan ke perusahaan yang telah memiliki izin untuk mengelola minyak jelantah menjadi energi biodiesel. Adapun setelah terkumpul sebanyak 20 ton, nantinya minyak jelantah juga akan diekspor ke pasar Eropa, karena banyak negara Eropa memiliki kemampuan yang memadai untuk mengolah minyak jelantah sebagai biodiesel.

Pelaksanaan pengumpulan minyak jelantah oleh komunitas Saiyo Jelantah ini dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya dengan siswa Palang Merah Remaja (PMR) SMA Negeri 16 Kota Padang. Para siswa ini kemudian ikut serta dalam melakukan penyuluhan minyak jelantah di wilayah tempat tinggalnya. Hal ini mempermudah pendekatan dengan masyarakat karena menyesuaikan dengan asal siswa tersebut.

Menurut keterangan penanggung jawab penyuluhan minyak jelantah yang merupakan siswa PMR SMA Negeri 16 Kota Padang, Asri Nurfitri, mereka telah melakukan penyuluhan di berbagai tempat wilayah tempat tinggal siswa PMR guna mempermudah pelaksanaan. Asri menerangkan langkah pengumpulan minyak jelantah adalah dengan cara memberikan botol untuk menampung minyak jelantah. “Beberapa hari setelahnya kami akan menjemput kembali botol yang berisikan minyak jelantah oleh warga,” jelas Asri saat diwawancarai Genta Andalas, Kamis (13/4/2023).

Bentuk kerja sama yang dilakukan ini juga dengan memberikan keuntungan ekonomi, tidak hanya bersifat kerelawanan saja. Sehingga, kerja sama ini juga saling memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Komunitas Saiyo Jelantah diperkirakan telah berhasil mengumpulkan sebanyak 2 ton minyak jelantah hanya dalam waktu selama satu bulan yang didapat dari berbagai sumber. Ini menunjukkan banyaknya limbah minyak jelantah di masyarakat, yang dapat dikumpulkan dan diolah bahkan menjadi pemasukan. Meski kini komunitas Saiyo Jelantah hanya bergerak dalam pengumpulan minyak jelantah agar dapat diekspor dan didistribusikan ke industri yang bergerak dalam pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, tetapi Dicky mengungkapkan bahwa Saiyo Jelantah juga memiliki keinginan besar dan berencana kedepannya agar bergerak langsung dalam proses pengolahan. Meskipun demikian, tentunya ini memerlukan proses. Ia pun berharap semoga Sumbar bahkan dapat menjadi panutan bagi daerah lain dalam pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here