Pada zaman modern seperti sekarang sudah banyak permainan tradisional yang mulai hilang dimakan zaman. Hal ini terjadi karena eksistensi gadget yang lebih besar ketimbang mainan tradisional. Namun, siapa sangka permainan tradisional meskipun langka tetapi masih ada yang bisa di jumpai salah satunya ialah Buayan Kaliang.
Permainan ini menjadi salah satu permainan tradisional khas Minangkabau yang ternyata masih dapat kita jumpai di zaman modern ini. Buayan kaliang merupakan wahana permainan seperti komdi putar yang terbuat dari kayu. Buayan kaliang masih di gerakkan dengan tenaga manusia yang biasanya berjumlah enam orang. Buayan kaliang terdiri dari empat kotak, dimana satu kotak dapat diisi oleh empat sampai enam orang pengunjung.
Untuk menaiki buayan kaliang sendiri, pengunjung hanya perlu merogoh kocek seharga 2.000 rupiah untuk anak-anak dan 5.000 rupiah untuk remaja. Buayan Kaliang biasanya ditemukan di Pariaman dan Pesisir Selatan pada hari-hari liburan. Di Pariaman sendiri permainan Buayan Kaliang hanya diadakan tiga kali yakni libur Lebaran di Pantai Gandoriah, Festival Tabuik di Pantai Gandoriah dan Tradisi Basapa di Ulakan.”
Banyak anak-anak dan muda-mudi yang beramai-ramai menaiki Buayan Kaliang bersama-sama sambil tertawa-tawa renyah dan juga teriakannya yang begitu meriah. Apalagi ketika suasana lebaran yang terasa begitu hidup di Pantai Gandoriah. Melihat banyak keluarga-keluarga yang berkunjung ke Pariaman dari berbagai daerah demi menghabiskan waktu bersama orang-orang tersayang.
Buaya Kaliang juga memberikan kesan hiburan terutama kepada anak-anak. Untuk dapat merasakan sensasi permainan ini perlu sedikit menunggu antrian karena sangat banyaknya antusias ari masyarakat sekitar yang juga ingin merasakan permainan ini.
Syauqi, salah seorang pemilih permainan Buayan Kaliang menuturkan bahwa Buayan Kaliang merupakan permainan tradisional yang termasuk dalam warisan budaya Minangkabau yang harus terus dijaga sampai generasi seterusnya, Syauqi juga menuturkan bahwa Buayan Kaliang ini menarik banyak minat pengunjung terutama yang pertama kali melihat Buayan Kaliang ini.
“Kalau untuk Buayan Kaliang ini memang warisan budaya kita yang harus terus kita kembangkan, Buayan Kaliang ini juga hanya ada tiga tahun sekali, yaitu pada Libur Lebaran, Festival Tabuil, dan Tradisi Basapa, saya sering melihat banyak pengunjung yang terkesima dengan pola kerja Buayan Kaliang ini karena msih menggunakan tenaga manusia, entah karena memang baru pertama kali melihat bentuk permainan seperti ini,” tutur Syauqi.
Syauqi juga menambahkan harapannya agar permainan tradisional seperti buayan kaliang mampu dilestarikan lagi dengan dukungan dari pemerintah setempat.
“Sangat sayang jika punah , kasian anak cucu yang belum merasakan sensasi permainan ini. Semoga banyak lagi permainan tradisional yang di lestarikan atau bahkan di kenalkan lagi ke masyarakat terkhusus anak-anak,” tutup Syauqi.
Dilain sisi, banyak sekali masyarakat yang mengaku terpacu adrenalinnya saat menaiki buayan kaliang ini, karena terbilang ekstrim. Meskipun terbilang bahaya, sensasi yang didapatkan pengunjung juga terbayarkan dengan suguhan pantai Gondariah yang indah dan hembusan anginnya.
*Penulis merupakan
mahasiswi Fakultas Ilmu
Budaya