Padang, gentaandalas.com – Pemilihan Umum Raya Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (Pemira KM UNAND) 2025 mencatat tingkat partisipasi yang rendah. Dari sekitar 35.000 mahasiswa aktif, hanya 1.176 orang yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden mahasiswa. Pemira UNAND 2025 diselenggarakan secara daring oleh Badan Pemilihan Umum (BPU) bersama Panitia Pemilihan Umum (PPU).
Berdasarkan data dari panitia penyelenggara, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan hanya mencapai 1.580 orang. Dari total DPT tersebut, pasangan presiden dan wakil presiden mahasiswa yang terpilih memperoleh 657 suara. Jumlah pemilih ini menunjukkan selisih yang cukup jauh jika dibandingkan dengan total populasi mahasiswa Universitas Andalas. Ketua BPU, Emir Fadillah, menyatakan bahwa panitia sebenarnya menargetkan jumlah pemilih yang lebih tinggi pada Pemira tahun ini. Menurutnya, rendahnya angka DPT juga menjadi kekecewaan bagi pihak penyelenggara.
“Jujur kami selaku penyelenggara juga cukup kecewa dengan hasil DPT yang ada, karena dari panitia sendiri menargetkan jumlah pemilih yang lebih tinggi,” kata Emir saat diwawancarai Genta Andalas pada Sabtu (13/12/2025).
Emir menjelaskan bahwa pelaksanaan Pemira 2025 ini mengalami perubahan skema dalam waktu singkat. Awalnya, pemilihan direncanakan berlangsung secara luring, namun harus dialihkan menjadi daring akibat kondisi bencana hidrometeorologi yang terjadi menjelang hari pemilihan. “Pada awalnya opsi online itu tidak ada sama sekali dalam rencana kami. Kami bahkan sudah menyiapkan kertas suara untuk pemira offline,” ujarnya.
Perubahan mendadak tersebut juga berdampak pada durasi sosialisasi dan registrasi akun pemira. Emir mengakui bahwa waktu registrasi yang hanya berlangsung selama dua hari membuat proses sosialisasi menjadi terbatas. Menanggapi keluhan mahasiswa terkait kesulitan registrasi dan verifikasi akun, Emir membantah adanya akun yang tertahan hingga hari pemilihan. Ia menyebut seluruh akun yang masuk dalam proses verifikasi telah diselesaikan sebelum pemungutan suara dimulai. “Sampai hari H jam 6 pagi, akun yang perlu verifikasi itu sudah bersih dan tidak ada lagi yang diverifikasi, kecuali yang mendaftar lewat dari jam tersebut,” ujar Emir.
Ia menambahkan bahwa mekanisme verifikasi, termasuk kewajiban swafoto, diterapkan sebagai upaya pencegahan kecurangan dalam pemira daring. Menurutnya, langkah tersebut dianggap penting untuk menjaga integritas pemilihan.
Sementara itu, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAND, berinisial F, mengaku telah mencoba melakukan registrasi akun pemira beberapa hari sebelum pemilihan berlangsung. Namun hingga hari pemungutan suara, akunnya tidak kunjung terverifikasi oleh panitia. “Saya sudah registrasi sebelumnya, tapi sampai hari pemilihan masih belum di-ACC. Katanya 1×24 jam, tapi sampai malam tanggal 9 tetap belum,” ujarnya saat diwawancarai Genta Andalas pada Sabtu (13/12/2025)
Menurut F, secara tertulis alur registrasi akun pemira cukup jelas untuk dipahami mahasiswa. Namun, pelaksanaan di lapangan dinilainya belum berjalan optimal dan menyulitkan sebagian mahasiswa. “Kalau dari alur tertulis menurut saya jelas, tapi pelaksanaannya kurang. Registrasinya ribet dan butuh dua HP, itu bikin banyak orang jadi malas,” katanya.
Ia juga menilai sistem pemira daring tahun ini belum sepenuhnya memudahkan mahasiswa untuk berpartisipasi. Ia menyebut kendala registrasi menjadi salah satu faktor yang menurunkan minat mahasiswa untuk menggunakan hak pilih.
Ketua BPU menyatakan bahwa secara umum Pemira 2025 dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan. Namun, ia mengakui bahwa rendahnya tingkat partisipasi pemilih menjadi catatan penting untuk evaluasi ke depan.
Pemira UNAND 2025 tercatat sebagai salah satu pemira dengan tingkat partisipasi terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pada pemira tahun sebelumnya, jumlah pemilih tercatat mencapai lebih dari 1.700 orang. Data tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah pemilih pada pemira tahun ini.
Reporter : Auryn Dzakirah dan Ulya Nur Fadilah
Editor : Nasywa Luthfiyyah Edfa







