Isu tentang merosotnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda semakin sering menjadi pembahasan publik. Berbagai penelitian menegaskan bahwa Wawasan Nusantara sebagai landasan cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungannya sedang menghadapi tantangan berat akibat perubahan budaya, perkembangan teknologi digital, serta menurunnya minat pemuda terhadap nilai-nilai kebangsaan. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran mengenai masa depan identitas nasional Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, gejala melemahnya nasionalisme terlihat cukup jelas terutama pada lingkungan pendidikan tinggi. Indonesia sebagai negara yang sangat beragam membutuhkan keterikatan emosional dan komitmen kuat dari generasi mudanya agar integrasi bangsa tetap terjaga. Namun sejumlah temuan lapangan menunjukkan adanya penurunan identitas kebangsaan, terutama terkait pemahaman terhadap Wawasan Nusantara. Survei terhadap mahasiswa Universitas Andalas, misalnya, mengungkap bahwa meskipun kesadaran nasionalisme tergolong baik, masih terdapat ancaman yang dapat melemahkannya, terutama pengaruh globalisasi dan budaya digital yang mendominasi kehidupan sehari-hari.
Secara konseptual, nasionalisme dapat dipahami sebagai rasa cinta tanah air yang tercermin dalam penghargaan terhadap sejarah, budaya, dan identitas bangsa. Nasionalisme tidak selalu berupa tindakan heroik, melainkan juga sikap sederhana seperti menghormati keberagaman, menjunjung harmoni sosial, serta mendukung produk nasional. Dalam konteks Indonesia, nasionalisme memiliki ikatan kuat dengan Pancasila dan Wawasan Nusantara. Saputri dan Najicha (2023) menegaskan bahwa Wawasan Nusantara berperan sebagai perspektif bersama yang menyatukan masyarakat Indonesia secara geografis, politik, dan sosial budaya, sehingga penting dalam pembentukan karakter generasi muda.
Meski demikian, generasi muda kini terlihat lebih terhubung dengan budaya global dibandingkan budaya lokal. Konsumsi media sosial, hiburan populer asing, dan gaya hidup modern membuat nilai-nilai kebangsaan semakin terpinggirkan. Pengamat sosial Dr. Randi Saputra menyatakan bahwa arus informasi yang sangat cepat tidak diiringi dengan penguatan wawasan kebangsaan. Menurutnya, pemuda mudah menerima informasi luar, tetapi tidak diimbangi dengan pemahaman mendalam mengenai sejarah dan identitas Indonesia. Tanpa itu, rasa cinta tanah air sulit berkembang.
Temuan survei mahasiswa Universitas Andalas menunjukkan bahwa 90,5% responden aktif mencari informasi tentang Wawasan Nusantara. Ini menandakan adanya minat yang cukup positif. Bahkan, seluruh responden menyepakati bahwa menjaga kedaulatan negara adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah. Namun demikian, berbagai tantangan tetap muncul. Hampir semua responden (97,7%) menilai bahwa globalisasi dan budaya populer asing memiliki dampak negatif terhadap minat mereka terhadap Wawasan Nusantara. Efendi dan Zulfahmi (2021) juga menjelaskan bahwa globalisasi dapat mengubah pola konsumsi dan perilaku generasi muda sehingga cenderung meniru budaya luar, yang pada akhirnya memengaruhi tingkat nasionalisme mereka.
Rendahnya pemahaman terhadap sejarah dan budaya lokal juga menjadi faktor penyebab menurunnya rasa kebangsaan. Dalam survei tersebut, 95,3% responden menilai bahwa ketidaktahuan terhadap budaya daerah dapat mengikis identitas nasional. Penelitian Yuniarti (2020) juga menegaskan bahwa pendidikan budaya memiliki kontribusi besar dalam membangun rasa nasionalisme remaja. Dengan demikian, penguatan pendidikan sejarah dan budaya Indonesia di sekolah maupun perguruan tinggi sangat diperlukan.
Selain itu, sosialisasi mengenai Wawasan Nusantara dinilai masih kurang efektif. Banyak mahasiswa merasa bahwa penyampaian nilai-nilai kebangsaan belum disesuaikan dengan karakteristik generasi Z yang lebih menyukai pembelajaran kreatif, interaktif, dan berbasis teknologi. Kurangnya inovasi dalam penyampaian materi membuat mahasiswa cepat merasa jenuh sehingga proses internalisasi nilai kebangsaan tidak optimal.
Fenomena lain yang juga perlu diperhatikan adalah meningkatnya individualisme. Sebagian mahasiswa lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan nasional. Meskipun tidak dominan, hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai yang dapat mengancam semangat kebersamaan yang menjadi inti dari Wawasan Nusantara.
Pemerintah mulai menanggapi kondisi ini dengan memperkuat pendidikan karakter melalui Kurikulum Merdeka dan meningkatkan kampanye digital bertema kebangsaan agar lebih sesuai dengan dunia anak muda. Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut membutuhkan kesinambungan. Sinergi antara keluarga, lembaga pendidikan, komunitas, dan pemerintah sangat penting untuk kembali menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Secara keseluruhan, meskipun tingkat nasionalisme mahasiswa masih relatif baik, potensi penurunannya tetap perlu diantisipasi. Penguatan Wawasan Nusantara melalui strategi pembelajaran yang lebih kreatif, relevan, dan berbasis digital menjadi kebutuhan mendesak agar generasi muda tetap memiliki komitmen yang kuat terhadap identitas bangsa dalam menghadapi derasnya arus globalisasi.
Oleh: Aura Sidratul Zahara, Celia Septia, Dewi Sartika Dista, Eka Citra Afrianti, Hafizah Ismah, Luna Apriliya Lestari, Maysa Depira, Silvana Ramadhani*
*Penulis Merupakan Mahsiswa Fakultas Pertanian







