• Indeks
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Senin, 29 Desember 2025
Genta Andalas
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
  • Berita
    • Liputan
    • Berita Foto
    • Sorotan Kampus
    • Feature
    • Laporan
      • Laporan Utama
      • Laporan Khusus
  • Aspirasi
  • Wawasan
  • Riset & Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Komik
    • Resensi
    • Galeri
  • Sosok
  • Sastra & Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Digital
    • Tabloid
    • Genta Antara
    • Buletin
Genta Andalas
Home Aspirasi

Mengapa Korban KDRT Mudah Kembali dan Memaafkan Pelaku?

oleh Redaksi
19 Oktober 2022 | 13:34 WIB
di Aspirasi
0
(Ilustrator/Nabila Annisa)

(Ilustrator/Nabila Annisa)

ShareShareShareShare
(Ilustrator/Nabila Annisa)

Oleh: Muhammad Rivaldo*

Belakangan ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali hangat dibicarakan masyarakat. Hal ini semakin menjadi momok pembicaraan, setelah pasangan publik figur yang terlihat harmonis di depan khalayak ternyata memiliki kondisi rumah tangga yang berbanding terbalik dengan imej yang ditunjukkan. Sang istri melayangkan gugatan kepada pihak kepolisian karena KDRT yang dilakukan suaminya. Hal ini menjadi sorotan bagi masyarakat dan mengecam suami atas tindakan yang telah diperbuat. Namun hal lain yang mengejutkan, setelah beberapa minggu gugutan di terima kepolisian, sang istri menarik gugatan dengan alasan memaafkan dan menerima kembali sang suami.

Kembalinya korban ke pelaku tindak kekerasan tentunya membuat khalayak geram dan kebingungan. Terutama sudah banyak dorongan kepada korban untuk pergi dan melaporkan pelaku kepada pihak yang berwenang. Tentu menjadi suatu pertanyaan bagi banyak orang mengapa korban KDRT tidak meninggalkan pelaku begitu saja.

Memahami hal tersebut, psikolog menjelaskan bahwa kelangsungan hidup dalam kekerasan atau pelecehan dalam rumah tangga lebih rumit dari apa yang terlihat. Keputusan korban untuk kembali kepada pelaku yang nampaknya berbahaya dan bodoh ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis korban yang sudah terganggu dan sudah termanipulasi oleh pelaku.

Biasanya pelaku KDRT tidak hanya melakukan kekerasan secara fisik saja, namun melakukan kontrol koersif. Mempengaruhi sikap korban bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan merupakan hal yang lazim. Sehingga kekerasan yang terjadi terus menerus dilakukan pelaku dapat diterima oleh korban tanpa adanya perlawanan atau meninggalkan pelaku.

BACA JUGA  Inovasi Teknologi: Solusi Modern untuk Pelestarian Budaya Lokal di Tengah Globalisasi

Ada tiga fase siklus yang terjadi dalam KDRT. Tiga fase ini umum terjadi kepada korban kekerasan yang selalu kembali kepada pelaku kekerasan. Fase pertama ialah fase ambang kemarahan. Pada fase ini, perseteruan kecil baru terjadi, selisih paham antara pasangan ini membuat kondisi rumah tangga sedikit terguncang.

Dilanjutkan kepada fase kedua, yakni fase puncak dari ketegangan yang terjadi. Pelaku melakukan kekerasan kepada korban. Pelaku akan menyerang korban secara fisik, meskipun hal ini juga dapat mempengaruhi psikologis korban. Korban akan merasa tidak memiliki harga diri atas tindakan yang ia terima.

Fase terakhir, yakni pelaku mencoba meminta maaf atau berjanji kepada korban akan berubah menjadi lebih baik lagi. Berbagai hal dilakukan oleh pelaku agar korban setuju dan kembali setelah ketegangan yang terjadi. Setelah korban setuju untuk kembali, tentunya siklus KDRT akan kembali. Fase terakhir merupakan fase yang paling berbahaya. Korban akan merasa pelaku mengakui kesalahannya dan ingin mengubah sikapnya kepada korban. Namun, hal ini akan menjadi bualan, pelaku akan tetap melakukan kekerasan. Satu-satunya cara untuk mengakhiri KDRT hanyalah dengan meninggalkan pelaku.

BACA JUGA  Turun di Atas Kertas, Kemiskinan Nyata Masih Menghantui

Korban KDRT bukanlah orang yang lemah. Pikiran korban hanya dimanipulasi pelaku agar tetap berada disekitarnya. Sehingga korban merasa bergantung kepada pelaku. Dalam kondisi ini satu-satu penolong sehingga dapat menyadarkan korban adalah orang terdekat dari korban, yakni keluarga dan juga teman.

Hal terbaik yang dapat dilakukan orang terdekat untuk membantu korban KDRT adalah dengan mendengarkan mereka. Mungkin pelaku mencoba mengisolasi dan membuat korban merasa sendirian. Menjadi seorang pendengar yang reseptif dapat membuat korban menganalisis keadaannya dan membuat strategi untuk keluar dari kondisi tersebut.

Selain mendengarkan dan memahami keadaan yang terjadi pada korban, sebagai orang terdekat tawarkanlah bantuan kepada korban. Yakni memberikan dorongan kepada korban untuk bergaul dengan orang terdekat lainnya. Hal ini dapat membuat korban merasa ia memiliki dukungan tanpa bergantung pada pelaku. Selain itu, membawa korban untuk bercerita kepada orang yang lebih profesional pun dibutuhkan agar psikologis yang terganggu bisa kembali pulih.

*Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Editor: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak

Tag: opini

Baca Juga

(Ilustrasi/Nasywa Luthfiyyah Edfa)

Satu Anak, Satu Kelas, dan Ketimpangan Pendidikan

17 Desember 2025 | 14:14 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Pemira UNAND 2025 Dalam Bayang-Bayang Kelalaian Panitia

13 Desember 2025 | 18:24 WIB
(Ilustrasi/Ulya Nur Fadilah)

Nasionalisme Mahasiswa yang Mulai Terkikis

7 Desember 2025 | 20:57 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Warga Aceh Tamiang Terpuruk : Krisis Pangan dan Air di Tengah Isolasi

5 Desember 2025 | 21:39 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Kedaulatan Digital dan Ancaman Pemblokiran ChatGPT

3 Desember 2025 | 17:34 WIB
(Ilustrasi/Tantri Pramudita)

Penolakan Status Bencana Nasional yang Mengorbankan Rakyat Sumatera

2 Desember 2025 | 13:48 WIB

TERPOPULER

  • Pelepasan mahasiswa KKN Reguler Periode I Tahun 2026 Universitas Andalas bersama mahasiswa KKN Kebencanaan Universitas Bengkulu di Auditorium Universitas Andalas, pada Rabu (24/12/2025). Kegiatan ini dihadiri pimpinan UNAND, mahasiswa peserta KKN, serta perwakilan mitra. (Genta Andalas/ Alizah Fitri Sudira)

    Kolaborasi UNAND dan UNIB dalam KKN Kebencanaan di Sumatra Barat

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Sebulan Pascabanjir Bandang, Warga Batu Busuk Masih Berjuang Pulih

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Feminisasi Kemiskinan: Realitas Ketidakadilan Gender yang Membelenggu Perempuan

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Nasionalisme Mahasiswa yang Mulai Terkikis

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Raden Hamzah Sang Panglima Perang Kesultanan Jambi

    0 bagikan
    Bagikan 0 Tweet 0
Genta Andalas

Genta Andalas © 2025

Laman

  • Indeks
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Kontak
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

Follow Us

  • Home
  • Berita
    • Berita Foto
    • Liputan
    • Sorotan Kampus
    • Feature
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Utama
  • Aspirasi
  • Wawasan
    • Teknologi
  • Riset dan Survei
  • Aneka Ragam
    • Konsultasi
    • Resensi
    • Komik
    • Galeri
  • Sastra dan Budaya
    • Sastra dan Seni
    • Rehat
    • Khasanah Budaya
  • e-Tabloid
    • Digital
  • Sosok
  • Gentainment
    • Seputar Genta
    • Karya Calon Anggota
  • Tentang Kami
  • Pembina
  • Redaksi
  • Agenda
    • Pekan Jurnalistik
    • Sumarak Jurnalistik
  • Pedoman Pemberitaan
    • Pedoman Pemberitaan Media Siber
    • Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak