
Oleh: Nabila Ramadani
Akhir-akhir ini, organisasi kemasyarakatan (ormas) mendapatkan perhatian masyarakat karena kegiatan mereka yang sering dianggap merugikan dan mengganggu ketenteraman. Tindakan seperti pemalakan, pungutan liar, penganiayaan, dan perusakan fasilitas umum yang dilakukan oknum ormas semakin meningkat. Banyak dari mereka yang melakukan pungutan liar berasal dari kelompok masyarakat yang menganggur, menjadikan pungli sebagai jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 5 Maret 2025, jumlah ormas terdaftar di Indonesia mencapai 554.692, belum termasuk ormas yang tidak terdaftar, sehingga jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Organisasi kemasyarakatan (ormas) sebagai kelompok yang dibentuk oleh kesadaran kolektif masyarakat memiliki tujuan tertentu dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, atau politik. Dalam masyarakat modern, ormas berfungsi sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta menjembatani hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Di Indonesia, pengaturan ormas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang memberikan kerangka hukum bagi pendirian, pengelolaan, serta pengawasan ormas. Dengan begitu, ormas diharapkan dapat menjadi penyambung suara bagi kelompok terpinggirkan, memfasilitasi dialog sosial, dan berkontribusi pada pembangunan komunitas.
Ormas sering kali muncul sebagai respons terhadap ketimpangan dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok tertentu. Ormas ini biasanya fokus pada isu hak asasi manusia dan berusaha melindungi hak individu. Mereka juga berfungsi sebagai saluran untuk menyampaikan aspirasi kelompok yang terpinggirkan secara terstruktur dan efektif. Selain itu, ormas berperan sebagai mitra pemerintah dalam mengatasi masalah sosial, karena mereka memiliki jaringan yang luas dan dukungan massa yang kuat sehingga dapat merespons situasi dengan cepat dan tepat.
Namun, terkadang ormas terjebak dalam agenda politik tertentu yang dapat mengaburkan tujuan asli mereka. Keberagaman ormas sering menimbulkan potensi konflik, terutama ketika terdapat perbedaan ideologi dan kepentingan. Ormas dengan pandangan politik atau keagamaan yang berbeda dapat bersaing untuk mendapatkan dukungan masyarakat, yang berpotensi memicu ketegangan dan bentrokan fisik. Oleh karena itu, penting untuk memahami dinamika ini dan mengelola perbedaan agar tidak berdampak negatif bagi masyarakat.
Di samping memiliki peran yang positif, ormas juga bisa menjadi sumber konflik jika kegiatan mereka tidak mengikuti prinsip seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Beberapa ormas yang bersifat radikal atau eksklusif sering kali menyebabkan perpecahan di masyarakat, bahkan memicu ketegangan antarkelompok. Dalam beberapa kasus, ormas terlibat dalam tindakan anarkis untuk mencapai tujuan mereka. Tindakan intimidasi, kekerasan, dan kerusuhan yang dilakukan oleh ormas terhadap individu atau kelompok tertentu sudah menjadi hal yang biasa dalam dinamika mereka di lapangan.
Di era modern, teknologi informasi, khususnya media sosial, sangat ampuh bagi ormas untuk bertransformasi menjadi organisasi modern dengan memperluas dan memperkuat pengaruhnya secara lebih inovatif. Melalui media sosial, mereka bisa membuka ruang dialog bagi semua elemen masyarakat dan menjalankan program-program yang relevan serta inovatif sesuai kebutuhan masyarakat.
Namun, platform digital juga bisa digunakan untuk menyebarkan narasi provokatif yang dapat memecah belah masyarakat. Masyarakat yang mudah terpengaruh oleh informasi di platform digital menjadi sasaran empuk bagi ormas radikal untuk direkrut. Sementara itu, masyarakat muda yang lebih kritis dan berpikiran terbuka mulai mempertanyakan relevansi ormas yang dianggap konservatif dan tidak responsif terhadap isu-isu terkini. Akibatnya, banyak ormas yang kehilangan legitimasi di mata publik.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi ormas agar tidak menimbulkan konflik yang merugikan masyarakat. Penting untuk memiliki kebijakan yang jelas dan terbuka mengenai pendirian dan operasional ormas agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong dialog antara ormas untuk meningkatkan pemahaman dan kerja sama di antara mereka. Masyarakat pun memiliki perannya sendiri dengan mengadakan forum diskusi dan kegiatan sosial untuk berbagi informasi tentang tujuan ormas serta melaporkan tindakan oknum ormas yang melanggar hukum.
Keberadaan ormas di era modern perlu dievaluasi untuk memaksimalkan kontribusi positif mereka dalam pembangunan sosial dan politik. Ormas juga harus beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi untuk meningkatkan efektivitas dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, ormas dapat berperan sebagai agen perubahan yang konstruktif dan mendukung terciptanya masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, universitas Andalas
Komentar